TAFSIR WAFAT DAN TERANGKATNYA ISA AL-MASIH
قال الله تعالى
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang yang selalu kamu berselisih padanya” (QS Ali Imran: 55)
وقال تعالى
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا
“Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih ‘Isa putera Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) ‘Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah ‘Isa” (QS An-Nisaa’: 157)
Sebagaimana maklum, bahwa salah satu prinsip teologi umat Kristiani adalah keyakinan akan penyaliban Isa al-Masih yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi (Judaism) dengan konspirasi bersama pasukan Byzantium kala itu adalah sebuah fakta. St.Paul –yang sebelumnya juga beragama Yahudi—berhasil mengukuhkan satu doktrin Kristiani yang begitu diyakini terutama oleh kalangan Katolik, bahwa penyaliban Isa al-Masih (Yesus Kristus) adalah dalam rangka menebus dosa seluruh umat manusia sejak zaman Adam hingga kiamat (Armageddon) kelak. Sebab bagi mereka “Yesus” tiada lain adalah anak Tuhan yang datang ke dunia untuk membebaskan manusia dari segala dosa yang pernah diperbuat mereka. Juga keyakinan akan Paskah (kebangkitan Yesus setelah kematiannya), begitu kentalnya di kalangan umat Nasrani. Apakah memang demikian adanya?
Banyak riwayat menceritakan bahwa pemuka-pemuka Yahudi di era Isa –yang begitu membenci Isa dan mengkufurinya sehingga bertekad untuk membunuhnya—sebenarnya tidak pernah yakin bahwa konspirasi mereka untuk menyingkirkan Isa benar-benar membuahkan hasil. Al-Sudiy menceritakan, bahwa orang-orang Yahudi mengepung Isa bersama 10 orang sabahatnya (al-hawariyyin) di sebuah rumah. Lalu salah satu dari orang Yahudi itu (Tytayus) masuk ke dalam rumah tersebut bermaksud membawa keluar Isa dan membunuhnya atas perintah Yahuda (Yudas). Dan pada saat itulah Allah SWT merubah wajah si Yahudi itu tanpa merubah pakaian dan bentuk fisik lain yang ada pada dirinya sedikitpun. Namun Tytayus tidak menyadari bahwa telah terjadi perubahan fisik pada wajahnya. Dan akhirnya merekapun menangkap dan mengaraknya dengan dugaan bahwa ia adalah Isa yang mereka cari.
Namun setelah itu mereka justeru mulai ragu-ragu dan saling bedebat, apakah korban yang mereka arak itu benar-benar Isa al-Masih atau orang lain. Sebab bila benar ia adalah Isa lalu di mana Tytayus, dan bila ia adalah Tytayus, lalu di mana Isa (Yesus)? Mengapa Isa mengenakan baju Tytayus? Mereka pun kesal dan diliputi perasan tidak yakin perihal korban yang sebenarnya. Namun demi menjaga “prestise” di depan publik (awam), Orang-orang Yahudi itu terus mengarak “Isa” palsu itu dengan tiang salib di punggungnya menuju kerumunan yang juga terdapat pasukan Byzantium di sana.
Sebelum dibunuh, “Isa” (Tytayus) sempat berteriak-teriak bahwa ia bukanlah Yesus (Isa) seperti yang dituduhkan teman-teman Yahudinya. Ini juga menambah keraguan orang-orang Yahudi yang bermaksud menghabisinya kala itu. Namun dorongan rasa kesal membuat mereka “tanpa ragu” menyeret Tytayus ke tiang saliban dengan menderanya sedemikian kejam sebelum akhirnya dia meninggal dengan penuh lumuran darah dan stigmata. Dan pada saat terjadinya penyaliban salah sasaran ini, umat Nasrani tidak menjadi saksi peristiwa (belum ada), dan teologi Kristiani mereka belum terkonstruksi sebelum seorang St.Paul berpindah haluan dengan “mengimani” ajaran al-Masih.
Dengan ayat di atas, Allah menegaskan bahwa klaim Yahudi “telah menghabisi Isa” adalah sama sekali tidak benar. Tak ada bukti fisik yang bisa mereka tunjukkan secara kongkret dan rasional, melainkan upaya meyakinkan sebuah dugaan semu. Sebab Allah memiliki skenario tersendiri untuk menyelamatkan salah satu Rasul tercintanya itu. Tak ada kemustahilan di mata Allah untuk membuat sesuatu di luar nalar manusia. Sebagaimana Allah SWT juga membekali Isa al-Masih dengan pelbagai mukjizat di luar nalar, maka begitu pula ketika Allah harus menyelamatkan hamba pilihan-Nya dengan cara mengangkatnya ke angkasa lalu membuat ganti dengan orang lain yang dipersiskan bentuk wajahnya dengan al-Masih a.s.
Dalam sebuah hadis panjang yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shaheh-nya dari sabahat An-Nawas bin Sam’an dijelaskan bahwa Isa al-Masih akan diturunkan ke bumi menjelang kiamat nanti dengan dua misi, yaitu: 1) menghadapi (membunuh) Dajjal si pembawa fitnah akhir zaman, dan 2) menghancurkan segala bentuk salib di dunia, sebagai bentuk pernyataan tegas bahwa Isa al-Masih tidak pernah disalib dan dibunuh oleh siapapun dan tidak pernah pula mengajarkan teologi Trinitas kepada siapapun sebagaimana yang dibuat-buat oleh St.Paul dan penerusnya. Isa al-Masih tak lebih sari seorang Rasul pembawa ajaran tauhid (monoteisme) sebagaimana yang dibawa oleh Nuh, Ibrahim, Musa dan Muhammad SAW.
Sementara banyak ulama teologi (al-Mutakallimin) berpendapat bahwa yang terjadi adalah ketika orang-orang Yahudi pimpinan Yudas bermaksud (makar) untuk membunuh Isa, maka Allah tidak membiarkan hal itu terjadi. Allah menyelamatkan al-Masih dengan cara mengangkatnya ke angkasa—ada yang berpendapat sebelum diangkat, Isa disterilkan dahulu dari sifat-sifat manusiawinya, seperti; emosi, syahwat dan perilaku negatif—. Dan karena rasa kesal dan putus asa, orang-orang Yahudi itu akhirnya membunuh orang lain dan mereka informasikan (memalsukan) korban itu sebagai Isa al-Masih kepada khalayak. Ini mereka lakukan dalam rangka antisipasi kemungkinan buruk yang akan dituduhkan kepada mereka bila Isa tidak berhasil mereka bereskan.
Ini bisa dipahami, sebab Isa saat itu tidak banyak dikenal oleh khalayak, karena pengikutnya hanya beberapa orang saja dan ruang gerak dakwahnya terus dibatasi oleh pemuka-pemuka Yahudi. Sebab mereka sangat khawatir pengaruh Isa akan berkembang luas, dan itu mereka anggap bisa merepotkan posisi mereka di tengah awam yang sering mereka jadikan obyek tipu muslihat untuk kepentingan-kepentingan duniawi. Ini sebagaimana disinggung dalam firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (QS at-Taubah: 34)
Menurut Ibn Abbas r.a. dan Muhammad bin Ishaq, maksud dari ayat 55 dalam QS Ali Imran di atas adalah bahwa Allah memang mematikan Isa a.s. untuk beberapa waktu (kira-kira setengah hari), selanjutnya Allah SWT memberikan penghormatan dengan mengangkatnya ke langit. Artinya kematian Isa a.s. sama sekali bukan akibat perbuatan orang-orang Yahudi yang mengepung dan bermaksud menghabisinya, tapi murni “tipu muslihat” Allah untuk mengecoh orang-orang yang hendak menangkapnya. Jangankan membunuhnya, menjamahpun mereka tidak pernah berhasil. Allah SWT berfirman :
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS Ali Imran: 54)
Ada pakar tafsir lain yang menggunakan pendekatan bahwa “waw athaf” yang ada di antara lafadz “mutawaffiiika” dan “raafi’uka” di atas tidak berarti harus menunjukkan runtutan kejadian seperti dalam teks ayat. Sebab dalam al-Qur’an banyak contoh susunan dengan pola seperti pada ayat di atas. Artinya, bahwa saat orang-orang Yahudi itu bermaksud membunuh Isa, maka Allah mengangkat Isa ke angkasa, dan pada saat yang bersamaan, Allah dengan kuasa-Nya merubah wajah Tytayus persis seperti wajah Isa. Dan Isa akan diwafatkan kelak menjelang kiamat setelah misi membunuh Dajjal dan menghancurkan seluruh salib yang ada di dunia, serta melanjutkan syariat Nabi Muhammad s.a.w. telah selesai dan tuntas dijalaninya.
Dan dari ayat di atas juga membuktikan bahwa Isa al-Masih a.s. –dengan segala mukjizat yang dimilikinya—tak lebih dari seorang anak manusia biasa (bukan anak Tuhan) yang bisa saja dicelakai oleh musuh-musuhnya jika saja Allah tidak menyelamatkannya dengan mengangkatnya ke langit. Rasa iri hati, frustasi dan kedengkianlah –sebagaimana juga mereka tujukan kepada Nabi Muhammad SAW—yang membakar jiwa orang-orang Yahudi itu sehingga mereka membuat makar sekeji itu, namun Allah melindungi orang yang dipilih dan dikehendaki-Nya. Mereka (elit Yahudi) berharap dan berangan-angan terlalu jauh, bahwa al-Masih yang dijanjikan oleh Allah dalam Taurat (Perjanjian Lama) adalah dari kelompok mereka, namun Allah justeru memilih Isa putera Maryam untuk diberi nubuwat dan risalah serta gelar al-Masih yang lama dinantikan itu. Wallahu A’lamu bish-shawab. Ust. Anshory Huzaimi