TAFSIR AYAT SHALAWAT (QS AL AHZAB: 56)

Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

 “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai, orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS al-Ahzab 56)

Penjelasan Ayat

Ayat ini merupakan bentuk penghormatan Allah, Tuhan Maha Pencipta kepada seorang hamba yang sangat dicintai-Nya. Di samping ayat-ayat lain yang mengisyaratkan legitimasi, pengakuan dan  pengukuhan Allah kepada eksistensi Rasul pilihan-Nya, ayat di atas merupakan bentuk perhatian yang sangat besar yang pernah diberikan oleh Allah kepada hamba terbaiknya, yang tak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Meskipun nabi Allah menurut sebagian pakar tafsir tak terbilang jumlahnya atau yang tertera dalam al-Qur’an ada 25 nabi dan rasul, namun yang dimaksud kata “an-nabi” dalam ayat di atas tak lain adalah Nabi Muhammad SAW pamungkas para nabi dan rasul Allah.

Bagaimana tidak dikatakan bahwa Allah SWT memuliakan Nabi-Nya dengan penghormatan luar biasa. Bila pada bagian pertama ayat di atas Allah SWT memberitakan kepada kita (umat manusia) bahwa Dia dan para malaikatnya bershalawat (memberikan rahmat dan penghormatan) kepada sang Nabi. Dalam ayat di atas, Allah tidak berhenti sampai pada pemberitaan saja, tapi justeru melanjutkan dengan perintah langsung kepada orang-orang yang beriman (umat Islam) agar juga bershalawat dan mengucapkan salam hormat kepada sang Nabi, yaitu pada bagian kedua. Tak satupun seorang nabi dan rasul yang mendapatkan bentuk penghormatan dari Allah SWT sebagaimana yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Arti Shalawat dan Salam

Menurut para pakar tafsir termasuk Ibnu Abbas, arti kata “shalat” (baca: shalawat) bila datang dari Allah adalah limpahan rahmat dan ridha-Nya, dan bila datang dari malaikat adalah memohonkan ampunan, dan bila datang dari manusia adalah doa untuk mendapatkan rahmat. Sedangkan arti kata “salam” kepada Nabi adalah penghormatan secara Islami dan menampakkan kemuliaan sang Nabi dengan cara mengikuti ajarannya. Menurut Abul-Aliyah arti shalawat Allah kepada Nabi adalah Allah memuji sang Nabi di hadapan para malaikat-Nya. Sedangkan shalawat dari malaikat adalah doa.

Dalam perintah pada bagian kedua ayat di atas, Allah menyebut kata “salam” dalam bentuk amar (perintah) yaitu lafadz  “wassalamuu” dan juga dengan bentuk mashdar (kata dasar) yaitu lafadz “tasliimaa” untuk tujuan memperkuat perintah (taukid, dalam gramatika Arab). Sedangkan perintah bershalawat hanya dengan satu kata, yaitu berupa lafadz “shollu ‘alaihi”  tanpa taukid, sebab di depan sudah ada kata shalawat dalam bentuk berita yaitu lafadz  “yusholluuna”. Kalimat bentuk berita justeru lebih memiliki fungsi taukid. Artinya, kita diperintahkan bershalawat kepada Nabi, sebab Allah dan para malaikatnya juga bershalawat kepada Nabi.

Hukum dan Hikmah Shalawat

Dengan perintah Allah SWT di atas, menurut Ibnu Abdil-Barri, ulama sepakat (ijma’) bahwa bershalawat kepada Nabi Muhammad hukumnya wajib atas tiap-tiap individu umat Islam. Soal seberapa banyak (kuantitas) shalawat yang harus diucapkan, maka dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Menurut al-Qurthubi bahwa bershalawat wajib dilakukan sedikitnya satu kali dalam seumur hidup, dan sunnah mu’akkadah (mendekati wajib) memperbanyak shalawat kepada Nabi di setiap waktu dan kesempatan. Menurut Imam al-Syafi’i shalawat kepada Nabi wajib hukumnya hanya dalam setiap shalat fardlu pada waktu duduk pasca membaca tasyahhud (tahiyyat) akhir. Berarti, dengan melaksanakan shalat 5 waktu, seseorang sudah termasuk menjalankan kewajiban bershalawat kepada Nabi SAW sebagaimana yang diperintahkan dalam ayat di atas. Sedangkan menurut As-Sakhawi bahwa bershalawat kepada Nabi wajib hukumnya setiap nama Nabi disebut atau diucapkan, baik oleh diri sendiri atau orang lain.

Menurut Imam Al-Halimi dalam kitab Sya’bu al-Iman bahwa menghormat Nabi melebihi sekedar mencintainya. Mencintai, mengangungkan, menghormati dengan sepenuh hati laksana seorang budak kepada tuannya atau anak kepada orang tuanya merupakan hak Nabi atas kita semua selaku umatnya. Bagaimana tidak, sebab karena petunjuk sang Nabi kita dapat mengenal dan memahami ajaran Allah dengan benar. Karena sang Nabi kita keluar dari kegelapan Jahiliah menuju gemerlap ilmiah, terhindar dari kesesatan menuju petunjuk Allah. Adalah kewajiban atas kita berterima kasih kepada sang Nabi dengan cara yang ditetapkan oleh Allah. Yakni memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Nabi dan dengan mengikuti ajarannya dengan utuh dan bershalawat kepadanya. Sebab, tak ada nikmat yang melebihi nikmat Islam dan iman yang telah diajarkan Nabi.

Menurut Al-Showi bahwa ayat di atas menjadi dalil bahwa Nabi Muhamamd adalah yang menjadi faktor turunnya rahmat Allah kepada segenap makhluk dan beliau adalah manusia terbaik sepanjang masa secara mutlak. Sebab, shalawat Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW adalah pemberian rahmat disertai penghormatan. Sedangkan kepada nabi-nabi dan rasul-rasul lain adalah pemberian rahmat saja. 

Hikmah shalawatnya para malaikat dan orang-orang mukmin (umat Islam) kepada Nabi adalah sebagai bentuk penghormatan dan memuliakan kedudukan Nabi. Dengan bershalawat kepada Nabi, berarti kita telah mengikuti apa yang dilakukan Allah SWT terhadap Nabi-Nya. Di sisi lain juga sebagai bentuk pengimbangan terhadap hak-hak Nabi atas semua makhluk. Sebab dialah sang perantara terbesar (al-wasilah al-udzma) dari Allah sehingga setiap nikmatbisa sampai kepada para makhluk. Dan bila seseorang mendapatkan nikmat maka sewajarnya dan seharusnya melakukan balas budi kepada sang pembawa nikmattersebut (Nabi) dengan cara bershalawat kepadanya.

Bagaimana Cara Bershalawat?

Bershalawat kepada Nabi bisa menggunakan beberapa cara (kalimat shalawat). Bisa dengan kalimat yang paling sederhana seperti ;”Allumma sholli ‘alaa Muhammad”   atau”Allumma sholli ‘alaa Muhammad wa sallim tasliiman katsiiro” hingga bacaan shalawat yang panjang-panjang. Dalam beberapa majlis tarekat terkenal, banyak diajarkan dan diterapkan bacaan shalawat yang panjang-panjang. Seperti; shalawatnya Syekh Abdul Qodir al-Jilani, shalawatnya Ibnu al-Arabi, shalawat di majlis tarekatnya Asy-Syadzili, tarekatnya Al-Bakri, tarekatnya Ar-Rifa’i Mesir, Hasan al-Basri, Al-Junaid al-Baghdadi dan lain-lain yang tidak mungkin semuanya dapat dihadirkan secara eksplisit dalam tulisan ringkas ini.

Namun yang paling afdhal tentu bacaan shalawat yang diajarkan langsung oleh Rasulullah Muhammad SAW. Dalam satu hadits yang diriwayatkan dari Ka’b bin ‘Ajzah, ia mengatakan, “Ya Rasulallah, kami tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lantas bagaimanakah cara kami bershalawat kepadamu?”. Maka Nabi menjawab, “Ucapkanlah,

Shalawat ini dinamakan Shalawat Ibrahimiyah. Shalawat ini pula yang kemudian disyariatkan dalam bacaan shalat 5 waktu maupun shalat-shalat yang lain.

Bila seseorang merasa kurang hormat kepada Nabi dengan menyebut nama Nabi secara langsung, maka menurut para ulama salaf tidak ada salahnya bahkan lebih baik bila sebelum kata “Muhammad” dan “Ibrahim” didahului dengan kata “sayyidina”. Maka dalam bershalawat seseorang mengucapkan kata-kata ;”Allumma sholli ‘alaa sayyidina Muhammad “ dan seterusnya. Bahkan dalam shalat sekalipun, kata “sayyidina” tetap boleh dan baik dipakai dan sama sekali tidak membatalkan pada shalat. Wallahu A’lamu bish-shawab. Ust.Anshori Huzaimi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Telegram
WhatsApp