DETIK-DETIK WAFAT RASULULLAH SAW

Nabi Muhammad SAW. lahir pada hari Senin, diutus sebagai rasul mulai hari Senin, dan beliau wafat pada hari Senin pula.

Hari itu hari Jumat. Rasulullah SAW jatuh sakit. Orang-orang silih berganti membesuk beliau.

Esoknya beliau masih sakit. Esoknya lagi belum sembuh. Dan seterusnya. Pada hari ke-17, hari Ahad, sakit beliau memburuk sangat. Beliau tidak kuat bangun.

Fajar merekah, Bilal r.a. mengumandangkan azan. Seperti biasa, usai azan, dia berjalan ke depan pintu kediaman Nabi SAW “Assalamu ‘alaika ya Rasulallah,” katanya. “Waktunya salat, rahimakallah.”

Beliau mendengar panggilan Bilal ini, namun Fathimah r.a. yang menyahut, “Bilal, Rasulullah SAW hari ini uzur. Beliau tidak kuat bangun.”

Bilal masuk kembali ke dalam masjid. Ketika hari meremang, Bilal berkata pada diri sendiri, “Demi Allah, aku tidak akan menyeru iqamat, sebelum aku minta izin kepada Rasulullah SAW”

Dia pun kembali ke pintu rumah beliau. “Assalamu alaika ya Rasulallah wa barakatuh. Ash-shalah yarhamukallah (Waktunya salat, mudah-mudahan Allah merahmatimu).”

Mendengar panggilan ini, beliau bersabda, “Masuklah Bilal, Rasulullah SAW sangat payah, tak bisa bangun. Suruh Abu Bakar mengimami salat jamaah.”

Bilal keluar dari kediaman beliau sembari menaruh dua tangannya di belakang kepala. “Duh, tolonglah Gusti. Duh, putus sudah harapan, putus sudah harapan. Duh, remuk redam punggungku. Andaikan ibuku tak pernah melahirkanku. Ah, tapi dia sudah melahirkanku, andai saja aku tidak melihat kondisi Rasulullah SAW hari ini.”

Setiba di dalam masjid dia berkata, “Aba Bakar, Rasulullah SAW menyuruhmu mengimami salat jamaah.”

Abu Bakar r.a. berjalan maju ke mihrab. Dia adalah lelaki kurus. Ketika melihat tempat di mana Rasulullah SAW biasa berdiri sekarang kosong, dia tidak tahan. Dia jatuh bergedebam. Pingsan. Orang-orang langsung gaduh. Semua menangis. Rasulullah SAW mendengar suara gaduh ini.

“Ada apa kok gaduh?” tanya beliau.

“Kaum muslimin gaduh karena kehilangan engkau, ya Rasulallah.”

Beliau memanggil Ali ibn Abi Thalib r.a. dan Ibnu Abbas r.a. Dengan bertelekan pada tubuh mereka, beliau berjalan keluar ke masjid. Kemudian beliau mengimami salat subuh dengan cepat. Usai salat, beliau memalingkan muka beliau yang bagus, menghadap ke arah jamaah.  “Kaum muslimin sekalian, aku titipkan kalian kepada Allah. Kalian akan berada di bawah perlindungan Allah dan keamanan-Nya. Allah menggantikanku bagi kalian. Kaum muslimin sekalian, hendaklah kalian tetap bertakwa pada Allah, tetap menjaga taat pada-Nya setelah kematianku. Aku akan segera meninggalkan dunia ini. Ini adalah hari permulaan akhiratku dan hari terakhir duniaku.”

Kian Parah

Keesokan harinya, sakit beliau bertambah parah. Allah menyampaikan wahyu kepada malaikat pencabut nyawa, “Turunlah kamu ke tempat kekasih-Ku, pilihan-Ku, Muhammad SAW dengan rupa paling bagus. Cabutlah nyawanya dengan lembut.”

Maka turunlah malaikat maut. Dia berdiri di depan pintu rumah beliau dengan rupa orang badui (pedalaman). “Assalamu alaikum wahai para penghuni rumah Nabi dan tambang risalah serta tempat mondar mandirnya para malaikat. Bolehkah saya masuk?”

‘Aisyah r.a. menoleh ke arah Fathimah r.a. “Tolong lelaki itu dijawab.”

Fathimah berkata, “Mudah-mudahan Allah membalas jalan Anda, wahai Abdullah (hamba Allah). Rasulullah SAW sedang uzur, sakit sangat parah.”

Lelaki di luar pintu tak beranjak dari tempat. Dia malah menyeru seperti tadi. ‘Aisyah berpaling ke arah Fathimah, “Fathimah, tolong lelaki itu dijawab.”

“Mudah-mudahan Allah membalas atas jalanmu, tapi Rasulullah SAW sedang payah, sakit sangat parah.”

Lelaki itu kembali memanggil untuk yang ketiga kali. “Assalamu alaikum wahai penghuni rumah Nabi, tambang risalah dan tempat mondar-mandirnya malaikat. Bolehkah aku masuk? Aku memang harus masuk.”

Rasulullah SAW mendengar panggilan ini. “Fathimah, siapa di pintu?” tanya beliau.

“Ya Rasulallah, seorang lelaki berdiri di depan pintu. Dia minta izin untuk masuk. Kami sudah jawab berkali-kali. Lalu untuk ketiga kali dia menyeru dengan suara yang membuat bulu kudukku berdiri, bergetar seluruh tubuhku.”

“Fathimah, tahukah kamu siapa di pintu itu? Dia adalah penghancur kelezatan dan pemisah jamaah. Dia membuat istri-istri jadi janda, anak-anak jadi yatim. Dia peroboh rumah-rumah dan pemakmur kubur-kubur. Masuklah rahimakallah, wahai malaikat maut.”

Dialog

Maka masuklah si malaikat maut. Nabi SAW bersabda, “Malaikat maut, engkau datang untuk berziarah atau mencabut nyawa?”

“Aku datang untuk berziarah sekaligus mencabut nyawa. Allah memerintahkan aku supaya tidak masuk ke rumahmu kecuali dengan izinmu, dan tidak mencabut nyawamu kecuali dengan izinmu. Kalau kamu izinkan, aku masuk. Kalau tidak, aku kembali pada Tuhanku.”

“Malaikat maut, di mana kau tinggalkan kekasihku, Jibril?”

 “Aku tinggalkan dia di langit dunia. Semenara para malaikat lain bertakziah kepadanya untuk Baginda.”

Tak lama kemudian Jibril a.s. datang. Dia duduk di samping kepala beliau. “Jibril, ini adalah keberangkatan dari dunia. Berilah aku kabar gembira, tentang aku kemudian Allah.”

“Pintu-pintu langit telah dihias bagus. Para malaikat berdiri berbaris memakai wewangian dan dengan ucapan selamat. Mereka hendak menyongsong ruhmu, Muhammad.”

“Hanya untuk Allah segala pujian. Berilah aku kabar gembira, Jibril.”

“Aku beri kabar gembira bahwa pintu-pintu sorga telah dihias indah. Bengawan-bengawannya sudah dialirkan. Pohon-pohonnya sudah berjuntai ke bawah. Para bidadarinya telah bersolek guna menyambut kedatanganmu, Muhammad.”

“Hanya bagi Allah segala pujian. Beri aku kabar gembira, Jibril.”

“Engkau bakal menjadi orang yang pertama kali memberi syafat, dan orang pertama yang diberi syafaat pada hari kiamat.”

“Hanya bagi Allah segala pujian.”

“Kekasihku, tentang apakah engkau hendak bertanya?”

“Aku ingin bertanya mengenai kegundahanku. Siapakah (penjaga bagi) pembaca-pembaca Quran setelahku? Siapakah yang berpuasa bulan Ramadhan setelahku? Siapakah berhaji ke Baitullah setelahku? Siapakah umatku yang terpilih setelahku?”

“Berbahagialah, kekasih Allah, karena Allah SWT berfirman, ‘Aku telah mengharamkan sorga bagi seluruh nabi dan seluruh umat sampai engkau memasukinya, dan umatmu.”

“Sekarang hatiku lega. Malaikat maut, tunggu apa lagi, laksanakan apa yang diperintahkan padamu.”

Ali r.a. berkata, “Ya Rasulallah, kalau nyawamu telah dicabut, siapakah yang akan memandikan jasadmu? Bagaimana kami mengkafanimu? Siapakah yang menyalatimu, dan siapa yang masuk ke kuburmu?”

Beliau bersabda, “Ali, adapun soal memandikan, hendaklah engkau yang memandikanku, Al-Fadhal bin ‘Abbas akan menuangkan air padamu, dan Jibril adalah orang ketiga dari kalian berdua. Kalau kalian sudah memandikanku, kafanilah aku dengan tiga lembar kain kafan yang baru, dan Jibril akan membawakan wewangian (untuk kafanku) dari sorga. Bila kamu telah meletakkan jasadku di atas keranda, letakkan aku di dalam masjid. Keluarlah kalian, tinggalkan aku sendiri karena yang pertama kali salat (memberi rahmat) padaku ialah Allah dari atas ‘Arasy-Nya. Lantas Jibril a.s., Mikail a.s., kemudian Israfil a.s. menyalatiku. Selanjutnya para malaikat secara berkelompok-kelompok. Setelah itu, masuklah kalian ke dalam masjid. Berdiri berbarislah kalian dalam saf-saf. Tak seorang pun boleh maju daripada yang lain (menjadi imam).”

Fathimah r.a. berkata, “Hari ini adalah hari perpisahan. Kapankah aku dapat menjumpaimu?”

“Pada hari kebangkitan (hari kiamat), lalu di telaga. Aku memberi minum pada orang-orang dari umatku yang datang ke telagaku.”

“Kalau aku tidak dapat bertemu denganmu?”

“Di Timbangan (Mizan). Aku akan memberi syafaat kepada umatku.”

“Kalau aku tidak jumpa?”

“Di Shirathal Mustaqim. Aku aka menyeru, “Tuhan, selamatkanlah umatku dari neraka’.”

Sakaratul Maut

Malaikat maut mendekat. Dia mulai mencabut nyawa beliau dengan lembut. Ketika ruh sampai di dua lutut, beliau berseru, “Auh.” Ruh terus bergerak. Saat ruh sampai di pusar, beliau meringis, “Oh sedihku.”

Fathimah menyahut, “Betapa sedihku, Ayahanda.”

Ketika ruh mencapai dada, beliau bersabda, “Jibril, betapa pahitnya kematian.”

Jibril memalingkan mukanya. “Jibril, apa kamu tidak suka memandang padaku?”

“Kekasihku, siapa tahan melihat padamu, sementara kamu mengalami sakaratul maut.”

Lantas, beliau menghembuskan nafas terakhir. Ruh telah dicabut dari jasad beliau seluruhnya. Lantas Ali memandikan jasad beliau, sementara Ibnu Abbas menuangkan air untuknya, dan Jibril berdiri menunggui.

Kemudian beliau dikafani dengan tiga lembar kain. Terus dibawa di atas keranda ke dalam masjid. Setelah meletakkan keranda di sana, orang-orang keluar. Allah yang pertama memberi rahmat pada beliau. Dilanjutkan Jibril, Mikail dan para malaikat menyalati. “Kami mendengar suara “hm” yang bersahutan di dalam masjid, padahal kami tidak melihat satu sosok pun,” kenang Ali. “Kemudian kami mendengar suara tanpa ujud, ‘Masuklah kalian rahimakumullah. Salatilah nabi kalian SAW’ Maka kami masuk dan kami berdiri dalam saf-saf, sebagaimana beliau perintahkan. Tak seorang pun dari kami maju. Kami bertakbir bersama takbir Jibril.”

Selanjutnya upacara pemakaman. Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., Ali bin Abi Thalib r.a. dan Ibnu Abbas r.a. masuk ke liang kubur, dan jasab beliau dikuburkan. Ketika orang-orang bubar, Fathimah r.a. berkata kepada Ali r.a., suaminya. “Abal Hasan, kalian telah mengubur Rasulullah.”

“Ya.”

“Kok tega kalian menguruk jasad beliau dengan tanah. Tidak adakah rasa sayang di hati kalian kepada Rasulullah SAW? Tidakkah beliau pembimbing ke arah kebajikan?”

“Tentu, Fathimah. Tetapi putusan Allah tidak ada yang dapat menolak.”

Seketika Fathimah menangis mengguguk. “Oh ayah, sekarang terputuslah Jibril. Dulu Jibril biasa mendatangi kami membawa wahyu dari langit.” Ust.Hamid Ahmad  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Telegram
WhatsApp