Sejarah Imam Bukhari
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim al-Mughirah ibn Bardizbah. Kakeknya berkebangsaan Persia yang sebelum masuk Islam mereka beragama Majusi. Ayahnya, Ismail merupakan seorang ahli hadith ternama. Pada masa kanak-kanak, Bukhari kecil telah menjadi yatim. Namun, kehilangan orang tua tidak menjadikanya putus asa untuk mendalami ilmu agama.
Dalam usia sepuluh tahun, ia telah aktif menghafal hadith. Enam tahun kemudian (usai 16 tahun) ia telah mampu menghafal dua kitab hadith karya Ibn al-Mubarak dan Waki’.
Bukhari dikenal sebagai orang ‘alim yang cerdas serta kuat ingatannya. Sebagai ilustrasi, dalam usia belasan tahun ia pernah diuji oleh 10 orang ulama hadith terkenal. Dikemukakan kepadanya 100 buah hadith (masing-masing ulama mengemukakan 10 buah hadith) yang sanadnya telah ‘dijungkirbalikkan’ sedemikian rupa. Bagaimana hasilnya? Bukhari bukan hanya meluruskan sanad-sanad (mata rantai periwayatan) dari semua hadith tersebut, akan tetapi ia mampu mengulang terlebih dahulu satu persatu dari 100 buah hadith yang ‘dijungkirbalikkan’ sanadnya itu persis sebagaimana yang diucapkan oleh para pengujinya itu.
Dalam mempelajari hadith, Imam Bukhari telah “nyantri” di berbagai tempat seperti: Syria, Hijaz, Irak, Mesir dan lain-lain. Guru-gurunya yang terkenal antara lain: Ali ibn al-Madani, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Muhammad ibn Yusuf al-Faryabi, Makky ibn Ibrahim al-Balkhi, dan sebagainya.
Imam Bukhari memiliki kepribadian yang berakhlak mulia, hidup zuhud, wara’, ikhlas dan tawakkal. Kecerdasan dan keseriusannya telah menjadikan ia berhasil menjadi pakar hadits peringkat teratas di zamannya dan menjadi panutan ahli-ahli hadith yang lahir sesudahnya. Salah satu kitabnya yang diwariskan kepada kita adalah Sahih Bukhari, yang oleh pengarangnnya sendiri disebut sebagai “Kitab yang memuat hadith-hadith sahih dan juga mencakup berbagai bidang dan masalah, serta rangkaian sanadnya benar-benar bersambung sampai kepada Rasulullah SAW”.
Bukhari membagi kitabnya kepada beberapa bab yang disebutnya kitab, seperti Kitab al-Wudhu, yang dibagi lagi menjadi beberapa pasal yang disebutnya bab, seperti Bab al-Wudhu, dan Bab Isbagu al-Wudhu . Sahih Bukhari terdiri atas 97 bab (kitab) dan 3450 pasal (bab).
Sahih Bukhari merupakan kitab pertama yang berupaya menghimpun hanya hadith-hadith sahih. Di dalamnya memuat sejumlah 9082 buah hadith termasuk yang mukarrar (terulang penyebutannya). Jumlah ini merupakan hasil penyaringan beliau terhadap tidak kurang dari 600.000 hadith yang diselesaikannya dalam waktu 16 tahun, sebagaimana yang telah beliau katakan “Saya ambil untuk kitab As-Sahih dari 600.000 hadith dan tidak aku tulis satu hadith pun kecuali setelah aku wudhu dan shalat dua rakaat”.
Sebagai seorang ulama fikih, Bukhari menyusun kitabnya berdasarkan sistematika kitab fiqh. Sementara itu dalam kitabnya seringkali ditemukan hadith mukarrar dalam beberapa tempat, hikmahnya karena hadith tersebut dinilai mengandung beberapa aspek makna.
Bukhari adalah seorang pembaharu dalam riset hadith. Bila ia menemukan suatu hadith, ia berupaya melakukan cek ulang serta perbandingan dengan hadith-hadith yang ditemukannya di daerah lain. Sementara ulama lainnya masa itu seperti Imam Malik dan Ibn Juraij hanya menghimpun hadith yang bersumber dari penduduk Hijaz. Di samping itu, upaya Bukhari dalam menghimpun hadith tidak hanya didasarkan pada rasa tangung-jawab pada kepentingan umat, tetapi juga atas dasar tangung-jawab kepada Allah SWT. Hal ini terbukti bahwa beliau selalu senantiasa melakukan shalat istikharah dua raka’at setiap akan mencantumkan suatu hadith dalam kitabnya.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa tidak semua hadith sahih lengkap terdapat dalam kitabnya itu. Jadi, masih banyak hadith sahih lainnya yang tidak dimasukkan oleh Bukhari dalam kitab sahihnya.
Berkenaan dengan kriteria atau persyaratan standar bagi sahihnya suatu hadith, Imam Bukhari tidak menentukannya secara eksplisit. Namun, para ulama hadith di kemudian harilah yang berupaya meneliti beberapa persyaratan yang diduga kuat merupakan pedoman Bukhari. Persyaratan-persyaratan yang lazim disebut dengan istilah “syuruth al-Bukhari” adalah sebagai berikut: sanadnya bersambung sampai kepada Nabi, para perawinya meyakinkan (dhabith dan ‘adalah), serta terbebas dari unsur syadz dan illat. Di samping itu, Imam Bukhari memandang tidak cukup apabila seorang perawi hanya hidup semasa dengan orang yang dari padanya diriwayatkan suatu hadith, akan tetapi antara keduanya disyaratkan pernah berjumpa walau pun hanya sekali.
Berdasarkan penilaian terhadap persyaratan yang menjadi pegangan Bukhari di atas, maka hampir sepakat para ulama menyatakan bahwa kitab Sahih Bukhari menempati peringkat-peringkat paling atas dalam jajaran kitab hadith yang dinilai Sahih.
Selain itu yang perlu menjadi catatan adalah bahwa kitab Sahih Bukhari telah selesai disusun lama (minimal belasan tahun) sebelum penyusunnya sendiri wafat. Hal ini didasarkan pada data yang menyebutan bahwa Bukhari pernah menghadapkan karyanya kepada guru-gurunya, Yahya ibn Ma’in (w. 233 H), Ali ibn al-Madani (w. 235 H), dan Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H). di samping itu, ‘Ajjaj al-Khatib menyatakan bahwa Sahih al-Bukhari ini telah didengar dan dipelajari oleh sekitar 90.000 ahli hadith di zamannya. Kemudian melalui berbagai jalur, kitab ini diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya, sampai akhirnya dicetak seperti sekarang ini. Ernaz (Berbagai Sumber)