HABIB HASAN BIN ABDULLAH AS-SYATHIRI

PEMILIK FIRASAT TAJAM

Pada sirah kali ini kami ketengahkan ke hadapan pembaca yang budiman perjalanan hidup seorang waliyullah yang belum lama meninggalkan kita, Al Habib Hasan bin Abdullah bin Umar as-Syathiri, Shahibul Firosat Ash Shodiqoh (pemilik firasat yang tajam dan tepat) Shahib al-ain an-Nadhirah (Pemilik pandangan mata yang sangat tajam) sehingga tidak sedikit orang yang tersesat, dalam waktu sekejap lewat pandangan beliau, mendapatkan hidayah dengan seizin Allah SWT.

Habib Hasan lahir di Tarim pada 7 Jumadal Akhirah 1347 H. Semenjak kecil diasuh oleh ayahnya dengan didikan salaf di lingkungan yang sangat kental dengan nuansa keilmuan dan penuh keberkahan. Pada masanya, masih banyak para sholihin dan ulama terkenal yang mahir dalam berbagai  macam bidang ilmu, sehingga pada umur 11 tahun, beliau sudah menghafal Al-Qur’an secara keseluruhan.

Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri, Ayahanda Habib Hasan, terkenal sebagai “Syaikhul Ulama” yang muridnya tersebar di seluruh pelosok dunia. Tidak kurang dari 13.000 ulama besar pernah menjadi murid beliau (baca pula sirah beliau di CN edisi 45). Saat Habib Hasan masih berusia 14 tahun, ayahandanya wafat. Namun, sebelum sang ayah wafat, Habib Hasan sering ditunjuk untuk menggantikan ayahnya sebagai imam sholat 5 waktu di masjid Babtneh. Ayah beliau dan para ulama di zamannya berada di belakang sebagai makmum. Ini merupakan isyarat bahwa beliau akan menjadi pemegang maqom sang ayah.

Habib Hasan banyak menimba ilmu dari para guru di zamannya, antara lain, Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri; ayah beliau, Habib Alwi bin Abdillah bin Syihab, Habib Ja’far bin Ahmad Al ldrus, Syaikh Al Allamah Mahfudz bin Utsman Az Zubaidi, Syaikh Al Allamah Salim bin S a’id Bukayyir Ba Ghoistan, Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki, Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, Habib Umar bin Alwi Al Kaf, dan Syaikh Al Allamah Umar bin Awad Haddad. Kebanyakan dari guru beliau adalah para murid pilihan ayahnya.

KHOLIFAH SANG AYAH

Selanjutnya, pada umur yang masih sangat muda, guru utama beliau, Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab, memberi isyarah untuk mengajar di Rubath Tarim. Habib Hasan juga dipercaya menjalankan berbagai kegiatan penting, memimpin Madras ‘Am (pengajian umum) yang diadakan pada setiap Rabu dan Sabtu serta dihadiri para Mufti dan Ulama besar dari kota Tarim dan sekitarnya. Padahal saat itu Habib Hasan masih berusia 17 tahun.

Beliau menggantikan ayahnya memimpin dan mengasuh Rubath Tarim setelah wafatnya kakak beliau, Habib Muhammad Al Mahdi dengan didampingi oleh guru utamanya, Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab.

Dari Ribath Tarim ini Habib Hasan telah meluluskan banyak pelajar dan Ulama di dalam dan luar negeri. Diantaranya, Mufti Baidlo’ Yaman, Habib Husein bin Muhammad al-Haddar; Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh Bin Syekh Abi Bakar (Pendiri Darul Musthafa Aidid-Hadramaut) Habib Abdullah bin Ahmad al-Haddad

(Hauthah-Hadramaut) Habib Alwi al-Haddad (Madinah) Sayyid Ahmad as-Suwahliy Bin Syekh Abi Bakr (Sawahil-Hadlramaut) Habib Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah al-Attas (Pekalongan) Habib Ahmad bin Abdullah Smith Al-Attas (Huraidah-Hadramaut) Habib Abdullah bin Alwi “Mufti” bin Thahir al-Haddad (Johor-Malaysia)

Sayyid Mahdi bin Abdullah Syami al-Attas( Jakarta); Al-Waliy Habib Shaleh dan Umar bin Ahmad Mauladdawilah (Makkah) dan Sayyid Muhammad bin al-Kholifah Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf (Jeddah). Selain yang telah disebut, Al-Muhaddits Prof, DR Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki (Makkah) juga meminta agar dimasukkan sebagai salah satu murid Habib Hasan As-Syathiri.

Namun, penyebaran ilmu dan dakwah beliau bukan tanpa rintangan, Rubath Tarim ditutup oleh pemerintahan komunis pada tahun 1401 H. Maka Habib Hasan pindah ke Haramain dan menetap di kota Makkah kurang lebih 3 tahun sambil berdakwah di  Abu Dhabi, sampai kemudian menetap di Abu Dhabi, sekalipun demikian beliau tetap  mengajar di Masjidil Haram-Makkah.

Setelah perang dunia kedua beliau masuk ke Indonesia dan menetap selama kurang lebih 5 bulan di kediaman salah satu murid kesayangan beliau di Bilangan Asembaris-Kebon Baru Tebet Jakarta Selatan. Selama di Indonesia beliau sempat berdakwah di Jakarta, Sukabumi, Bogor, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Pasuruan, Purwakarta, Bondowoso dan Banjarmasin.

Habib Hasan kembali ke Tarim setelah berubahnya undang-undang hukum di Yaman. Kemudian bersama saudaranya, Habib Salim dan para muridnya, beliau pun membuka kembali Rubath Tarim pada tahun 1412 H dan kegiatan belajar-mengajar di Rubath Tarim kembali berlangsung seperti sedia kala.

Dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan berda’wah beliau sangat berpegang dengan metode para salafus soleh. Hasil dari metode tersebut sangat bermanfaat bagi para pelajar, para ulama dan masyarakat umum. Dalam metode tersebut, para pelajar membaca kitab tertentu di hadapan guru, kemudian guru menjelaskan kata perkata dari setiap ibarat-ibarat kitab beserta contohnya, serta menaikkan pelajaran yang telah ditetapkan dengan melihat kemampuan para pelajar.

Beliau selalu menekankan kepada para pelajar agar mementingkan ilmu syari’at, terutama fiqih dan bahasa Arab baik dengan menghafal, mempelajari, memahami  untuk kemudian menyebarluaskannya.

CAHAYA KENABIAN

Habib Hasan merupakan sisa-sisa orang salaf, panutan bagi orang-orang sekarang baik dalam akhlak, suluk, ilmu dan amal. Beliau selalu menjaga fardu dan ibadah-ibadah sunnah dan menampakkan kecintaan pada Nabi dengan mengikuti sunnah beliau SAW dalam masalah ibadah, muamalah dan suluk. Orang yang baru pertama kali melihatnya akan gemetar, pandangan beliau tajam dan firasatnya tepat. Dari wajahnya memancar cahaya kakeknya, Rasulullah SAW serta cahaya ilmu dan takwa. Namun, beliau menemui semua yang datang dengan senyum yang selalu melekat di wajahnya. Inilah yang menghilangkan penghalang antara beliau dengan tamunya, sehingga orang yang hadir merasa seakan-akan telah akrab dengannya bertahun tahun. Beliau juga dikenal sangat tawadlu’, menjauhi ketenaran dan sempurna kasih sayangnya terhadap anak kecil maupun orang dewasa.

Banyak guru-guru Habib Hasan yang mengisyaratkan bahwa beliau akan mendapat maqom tinggi, diantaranya, Habib Ja’far bin Ahmad Alaydrus, beliau berkata “Hasan bin Abdullah adalah Kholifah salaf di Tarim, dan Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf adalah Kholifah salaf di Seiwun.“ Habib Ja’far juga memberi julukan Habib Hasan sebagai “Malikul Qulub“ (Raja pemilik sanubari). Habib Alwi bin Syahab, guru utama Habib Hasan berkata, “Dua orang semenjak dulu telah dicintai oleh Allah SWT: Hasan bin Abdullah As-Syatiri dan Ahmad bin Alwi bin Ali Al Habsyi.” Sekalipun demikian, di hadapan para gurunya, Habib Hasan tidak pernah mengangkat kepala, seakan akan di atas kepala beliau terdapat seekor burung.

Beliau adalah pendidik jiwa orang-orang yang menuju Allah, Allah telah memberi Habib Hasan keistimewaan-keistimewaan besar yang tidak dimiliki oleh ulama-ulama lainnya. Di antaranya, firasat yang tepat dan tajam, berani menyampaikan nasehat dan berucap dengan yang haq, tak segan segan beliau menegur muridnya yang tidak bersiwak atau sholat duha kurang dari 8 rakaat.

WAFAT DI BULAN MULIA

Pada waktu Dzuhur hari Jum’at, 11 Rabi’ul Awwal 1425 H / 30 April 2004 Allah memanggil kekasih-Nya, Al-Habib Hasan wafat tepat ketika adzan jum’at berkumandang di Abu Dhobi. Beliau wafat di rumah putranya, Sayyid Muhammad bin Hasan Assyathiri. Allah telah memilihkan untuk beliau hari dan bulan yang mulia bagi kepergiannya: Hari Jum’at yang penuh dengan keberkahan dan Bulan Rabi’ An-Nabawi yang dipenuhi cahaya. Beliau meninggal dunia pada saat umat Islam sangat membutuhkan keberadaannya. Para ulama besar dan orang-orang shaleh yang saat itu berada di Abu Dhobi untuk menghadiri acara Maulid Nabi SAW segera berdatangan ke rumah Sayyid Muhammad untuk mensholatkan beliau, diantaranya: Murid beliau Al-Imam As-Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Alawi Al-Maliki, beliau sempat menjenguk untuk mendapat wasiat pada malam terakhir; Sayyid Ali bin Abdurrahman Al-Hasyimi Al-Hasani, Habib Umar bin Muhammad bin Hafidh, Syekh Isa bin Abdullah bin Mani’ Al-Himyari, As-Sayyid Abdullah bin Ahmad Al-Aidrus serta para masyayikh, orang-orang mulia, para kerabat, murid-murid dan para pecinta beliau yang sangat banyak.

Ucapan duka cita, pujian, baik yang berbentuk sya’ir ataupun teks tulisan berdatangan ke rumah putra Beliau. Sesuai wasiat Habib Hasan, pada

Dhuhur keesokan harinya jenazah beliau dipindahkan menuju Kota Tarim untuk dimakamkan di sisi para leluhurnya yang shaleh, diantara kedua orang tua dan guru-gurunya.

Dan selepas Ashar 12 Rabi’ul Awwal 1425 H jenazah Habib Hasan disholatkan untuk kedua kalinya di “Jabbanah Tarim”, tempat mensholatkan jenazah yang terkenal di dekat pemakaman Furait. Sholat jenazah diimami oleh putra beliau, Sayyid Muhammad bin Hasan As-Syathiri. Para ulama’, sholihin, para santri, dan segenap penduduk dari berbagai kota dan desa di Yaman berdatangan bak lautan manusia memadati kota Tarim. Mereka berduyun-duyun datang untuk mengucapkan selamat jalan kepada orang alim Yaman, pembimbing Yaman, bahkan orang tua penduduk Yaman. Diiringi tangis dan kesedihan yang mendalam dari kota Tarim dan belasan ribu orang, jenazah Habib Hasan yang suci dimakamkan di sisi Ayah beliau, Al-lmam Abdullah bin Umar As-Syathiri di pemakaman “Zambal”.

Adapun yang mendapat kemuliaan untuk menurunkan jasad beliau yang suci ke dalam liang lahad adalah Habib Abdurrahman bin Syaikh Alattas, salah satu murid utama beliau dan yang sengaja khusus datang dari Jakarta untuk mensholatkan dan memasukkan Habib Hasan ke dalam tempat peristirahatannya serta men-talqin-kannya sesuai wasiat Habib Hasan sendiri.

Dan dengan seizin Allah setelah jasad beliau dimasukkan ke dalam liang lahad maka suara adzan maghrib secara serentak berkumandang lewat corong pengeras suara dari masjid-masjid di kota Tarim bersamaan lantunan adzan yang dikumandangkan oleh Habib Abdurrahman sebagai tanda melepas kepergian perjalanan manusia mulia yang telah dipilih oleh Dzat yang Maha Mulia untuk ditempatkan di tempat yang lebih mulia di sisi-Nya bersama orang tua, guru dan orang-orang yang dicintainya, serta segenap leluhurnya. Mudah-mudahan Allah Ta’ala selalu berkenan memberikan kepada anak keturunannya, para murid dan orang-orang yang mencintainya dengan apa yang telah Allah berikan kepada Al Habib Hasan dan para leluhurnya. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Telegram
WhatsApp