ISLAM DI SEKELILING KAWAH BROMO
Sebagai seorang muslim, bila ditanya sejak atau mengapa Anda masuk Islam. Maka jawaban yang sering dikemukakan adalah jadi Islam karena “keturunan”. Atau apa yang Anda katakan jika ditanya apakah Anda punya pengalaman istimewa dalam ber-Islam. Lain halnya dengan muslimin Tosari, yang terletak di Kabupaten Pasuruan. Mereka, selama jadi Muslim memiliki pengalaman-pengalaman unik. Atau mereka juga punya alasan tersendiri mengapa mereka mau masuk Islam.
Adalah Pak Fendik, termasuk muslim pertama di Desa Jetak, yang telah menemukan ketenangan dalam Islam. “Lulus SMP tahun 1988 saya masuk Islam dengan tuntunan kakak saya sendiri. Di Jetak saat itu tidak ada Islam. Sayalah yang pertama. Saya masuk Islam karena saya tidak menemukan kepuasan bathin di dalam agama lain. Saya tidak membedakan agama, tapi keyakinan saya adalah Islam. Sebelumnya saya tidak paham dengan makna peribadatan Hindu dan Kristen.”
Kawin Tiga
Lain halnya dengan Pak Sinami, beliau adalah pembawa Islam di wilayah Junggo. CN menemui Pak Sinami dalam acara majlis Rotib al-Haddad keliling di Desa Junggo. Sekilas pria yang berusia hampir 80 tahun itu tampak seperti warga lainnya. Namun di balik kesederhanaan dan kepolosannya itu ternyata ia telah meletakkan fondasi pengembangan Islam di Junggo. Dialah pembawa Islam kali pertama di wilayah Junggo. Dia juga yang mewakafkan sebagian tanahnya untuk dibangun mushalla yang akhirnya berkembang menjadi Madrasah Diniyyah Ibtidaiyah. Beliau juga ikut mengajar di madrasah yang dibangun pada tahun 1984. kulo ngajar nggih plethat-plenthot ngoten….(saya ngajar ya sebisa-bisanya pak),” ungkapnya sambil tertawa. Berkali-kali Pak Sinami tampak tertegun ketika CN mewancarainya. Ia melanjutkan bahwa yang belajar di MI saat itu sekitar 15 anak, 7 di antaranya dari wilayah Baledono Tosari.
“Baru beberapa tahun terakhir saya berhenti ngajar. Meski sebenarnya saya tidak punya ilmu cukup, yang penting manfaat, anak bisa baca Basmalah,” kenang Pak Sinami.
Ada satu cara unik yang dilakukan Pak Sinami untuk memperbanyak jumlah muslimin di Junggo. Pak Sinami beristri tiga. Dari tiga orang istrinya itu kini ia memiliki 7 orang putra, 17 orang cucu dan 17 orang cicit. “Ya saya kawin tiga itu agar jumlah muslimin di Junggo cepat banyak,” ungkapnya sambil tertawa.
Pendeta dan Selamatan
Tegalposo sebuah dusun kecil diwilayah Desa Baledono. Dusun dengan KK 22 dan jumlah sekitar 88 jiwa memang 100 % muslim. Pada tahun 2004 terjadi sebuah masalah yang cukup menegangkan. Saat itu dari fihak Kristen berniat mengadakan acara bagi-bagi sembako yang dikemas dalam acara pementasan sandiwara boneka. Acara rencananya dilaksanakan di dusun Tanjung. Ternyata dalam acara itu pihak Kristen mengundang Pak Sucipto, tokoh masyarakat dusun Tegalposo. Sucipto selain sebagai BPD ia juga sebagai ketua Takmir masjid Tegalposo. “Kalau dia ngundang saya sebagai BPD, ndak masalah karena saya juga orang pemerintahan. Persoalannya dia ngundang saya sebagai takmir. Ini saya anggap pelecehan. Saya bilang, kalau tetap dilaksanakan maka akan ada perang. Takmir kok diajak ke acara orang Kristen. Kalau dia memaksakan diri, maka taruhan saya hanya nyawa ini. Saya sempat membawa clurit di hadapan dia,” ungkapnya penuh semangat.
Masalah ini akhirnya semakin besar dan puncaknya adalah pendeta tersebut dipanggil ke kantor kecamatan. Di sana dia dihadapkan pada seluruh jajaran Muspika Tosari.
Islam di Tosari memang menyimpan sejuta khazanah Islam yang menarik. Dibalik kisah-kisah yang ada tersimpan banyak hikmah dan semuanya menunjukkan kekuasaan Allah SWT. Hidup satu keluarga dengan bermacam-macam agama yang dianut adalah hal yang lumrah di Tosari. Seperti halnya yang CN temui di dusun Purwono-Baledono. Saat itu dilaksanakan majlis rotiban keliling. Uniknya acara itu dilaksanakan di rumah salah seorang yang anak (anggota rotiban) yang orang tuanya masih beragama Hindu. Orang tua mereka tidak melarang anak-anaknya mengikuti kegiatan Islam.
Hal serupa juga terjadi di dusun Sinogiri. Muhammad Nasir, juru dakwah dari Sunniyah Salafiyah menceritakan bahwa pernah suatu ketika ada seorang pemuda Hindu masuk Islam. Baru beberapa hari dia kembali lagi ke agama Hindu. Mengetahui hal tersebut, ibu anak ini marah bahkan mengusir anak tersebut. Padahal dia sendiri masih Hindu.
Adapula seorang Ibu yang tiba-tiba masuk Islam. Ia mencuri mata dari suaminya. Suatu ketika, pada waktu subuh, tiba-tiba ibu tersebut datang ke masjid dan ikut melaksanakan shalat subuh. Ketika ditanya mengapa bersedia masuk Islam, dengan polos ia menjawab “karena saya ingin punya anak.”
Berkembangnya Islam di Tosari di antaranya disebabkan Islam tidak pernah mengusik adat istiadat yang ada. Memang setelah masuk Islam, warga diarahkan pada kegiatan-kegiatan Islami untuk mengurangi keterikatan pada adat istiadat. Banyak warga yang masuk Islam karena Islam tidak melarang selamatan. Berbeda dengan Kristen. Pihak Kristen selalu menentang setiap tradisi yang ada.
Memang tidak semua alasan yang dilontarkan oleh warga masuk akal. Seperti masih diadakannya perayaan Karo oleh sebagian muslimin adalah karena meyakini kalau mereka tidak mengadakan Karo mereka bisa gila. Sementara yang lain ada yang yang mengatakan, “nggih Karo menika ingkang tetep dilampahi. Karo menika kan sanes Hindu, niku tinggalane nenek moyang singen.” “Ya Karo itu yang tetap dilampahi sampai sekarang meskipun sudah Islam, karena Karo itu bukan ajaran Hindu tapi peninggalan adat istiadat nenek moyang”.
Salah satu kegiatan unggulan Islam Tosari adalah majlis Rotibul Haddad yang terdapat di sebagian besar wilayah kecamatan Tosari. Tapi apakah anda pernah berpikir membuat majlis rotib dari sebuah hotel. Itulah yang terjadi di dusun Tlogosari-Tosari. Pada tahun 1999 majlis yang dipelopori oleh ustadz Bashori ini pertama kali dilaksanakan di Bromo Cottage. Rotiban dari Bromo Cottage. Majlis ini Pertama kali diadakan hanya untuk karyawan hotel. Akhirnya majlis ini berkembang dan dilaksanakan di desa Tlogosari ini. Inilah cikal bakal maraknya syiar Islam di Tlogosari. Karena setelah itu, seiring dengan datangnya juru dakwah dari Sunniyah Salafiyah lahir pula majlis Yasinan dan Tahlil, Pengajian dan Madrasah untuk anak-anak.Muhammad Nawawi