AMPEL, RIWAYATMU DULU!
Rikhlah 2006:
Waktu di handphone saya menunjukkan pukul11.15 siang hari. Meskipun bukan hari liburan, namun kawasan sekitar Masjid Ampel di Surabaya ramai dikunjungi para peziarah. Ketika memasuki kawasan Ampel, kita disambut oleh para pedagang sepanjang Gang Ampel Masjid, berjejer menjajakan dagangannya. Ada yang berjualan kerudung, kopiah, poster ulama, buku-buku agama, minyak wangi, kurma, pakaian muslim, tasbih, hingga air zam-zam tersedia di sini. Bila dibandingkan sepuluh atau lima belas tahun yang lalu, banyak terjadi perubahan pada para pedagang di kawasan ini. Dulu, pedagang sebagian besar merupakan warga keturunan Arab, namun saat ini banyak warga Madura yang mendominasi menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL).
Tepat di ujung gang, berdiri dengan kokoh Masjid Ampel yang berusia sekitar 500 tahun lebih. Saat itu menjelang persiapan untuk shalat dhuhur, beberapa laki-laki tampak menunaikan shalat sunnah di serambi masjid. Yang perempuan, menempati ruangan mushala yang berdekatan Masjid Ampel. Ketika bedug dibunyikan, banyak orang berbondong-bondong menuju ke Masjid Ampel. Antrean untuk mengambil air wudlu segera tercipta. Bocah-bocah berkeliaran menawarkan tas plastik yang dijual dengan harga duaratus perak tempat menyimpan alas kaki bagi mereka yang baru tiba.
Di belakang Masjid, puluhan peziarah tampak duduk mengelilingi makam Sunan Ampel yang dipagari besi. Surat Yasin terdengar mengalun dari bibir para peziarah, dengan khusyuknya sebagian peziarah berzikir mengucapkan takbir, tahmid dan tahlil. Tumpukan Al Quran dan majmu syarif berjajar di rak-rak kayu di tepi makam sengaja disediakan bagi para peziarah yang tidak membawa kitab suci.
Terhitung semenjak setahun yang lalu, daerah ziarah Sunan Ampel Surabaya secara resmi telah menjadi kawasan wisata religi. Distrik ini menjadi titik awal upaya pemerintah untuk mengembangkan wisata religius di Indonesia. Dengan penataan konsep wisata religius, maka kawasan Ampel nanti tidak hanya menjadi pusat penjualan makanan atau barang-barang lain yang berciri khas Arab. Namun, dapat dimasukkan dalam agenda pariwisata religius. Adapun pengelolaan wisata religi tersebut diserahkan kepada Dinas Pariwisata. Bentuk organisasi pengelolannya berupa UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah).
Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel saat ini sedang merencanakan proyek perluasan kawasan Sunan Ampel. Menurut penuturan salah seorang abdi MASA (Masjid Agung Sunan Ampel), dulu tanah Sunan Ampel yang dihadiahi oleh Raja Brawijaya itu luas. “Tanah milik Sunan Ampel yang luas itu kini sebagian besar dihuni oleh warga masyarakat secara turun menurun yang mereka berasal dari santri Sunan Ampel” ungkapnya. Oleh karena itu Yayasan MASA tengah memikirkan bagaimana merelokasi masyarakat, dan memberikan semacam uang pengganti bagi mereka. Dari data yang ada pada Bagian Bina Pembangunan, menunjukkan bahwa pada hari-hari libur dan malam Jumat jumlah pengunjung kawasan religi Sunan Ampel mencapai lima puluh ribu pengunjung!
Masjid yang dibangunSunan Ampel sekitar tahun 1421 M ini, dibangun dengan gaya arsitektur Jawa kuno dan nuansa Arab Islami yang sangat lekat. Raden Rahmat yang lebih dikenal sebagai Sunan Ampel wafat di Ampel pada tahun 1481 M. Yang di makamkan disebelah kanan depan Masjid Ampel.
Sekitar tahun 1905, oleh warga Ampel, Masjid dan makam Sunan Ampel dibangun sedemikian rupa agar orang yang ingin melakukan shalat di masjid dan berziarah dapat merasa nyaman dan tenang. Hal ini tampak jelas dengan dibangunnya lima Gapuro (Pintu Gerbang) yang merupakan simbol dari Rukun Islam.
Dari arah selatan tepatnya di jalan Sasak terdapat Gapuro bernama Gapuro Munggah, di mana Anda akan menikmati suasana perkampungan yang mirip dengan Pasar Seng di Masjidil Haram Makkah. Menggambarkan bahwa seorang muslim wajib naik haji jika mampu. Setelah melewati Pasar Gubah (Ampel Suci), (sebuah lorong perkampungan yang menjadi kawasan pertokoan yang menyediakan segala kebutuhan mulai busana muslim sampai perlengkapan haji, kemudian Anda akan melihat sebuah Gapuro Poso (Puasa) yang terletak di selatan Masjid Sunan Ampel. Kawasan Gapuro Poso menggambarkan bahwa seorang muslim wajib berpuasa.
Setelah melewati Gapuro Poso, Anda memasuki halaman Masjid. Dari halaman ini akan tampak bangun Masjid Induk yang megah dengan menaranya yang menjulang tinggi yang dibangun oleh Sunan Ampel. Yang sampai sekarang masih tetap utuh baik menara maupun tiang penyangganya.
Selanjutnya jika melanjutkan perjalanan kembali, Anda akan menjumpai Gapuro Ngamal. Di sini orang-orang dapat bershadaqah, mungkin untuk melengkapi ritualisme ziarah mereka. Ada kocek (kotak amal) bagi masjid, untuk tambahan biaya pemeliharaan Masjid dan Makam. Gapura Ngamal (Amal) adah hubungannya dengan Rukun Islam tentang wajib zakat.
Kemudian tak jauh setelah itu Anda akan melewati Gapuro Madep letaknya persis di sebelah barat Masjid Induk. Di sebelah kanan terdapat makam Mbah Shanhaji yang menentukan arah kiblat Masjid Agung Sunan Ampel. Menggambarkan sebagai pelaksanaan sholat menghadap kiblat.
Dan setelah itu Anda akan melihat Gapuro Paneksen untuk masuk ke makam. Ini menggambarkan sebagai syahadat “Bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah”.
Begitulah, berbagai pembangunan di kawasan ini baik yang dilakukan oleh warga maupun Pemda semuanya diharapkan agar keamanan dan kenyamanan pengunjung tetap terjaga. Sekaligus sebagai salah satu bentuk pengabdian dan kenangan terhadap sesepuh Walisongo Sunan Ampel. Ernas Siswanto@