Bola Salju Sunniyah Salafiyah
“Seperti bola salju yang terus membesar,” kata Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf mengenai apa yang selama ini dikerjakannya. La fakhran bal tahaddutsan bin ni’mah. Bukan untuk berbangga-bangga, tetapi untuk mengekspresikan rasa syukur atas nikmat-Nya. Atau untuk menjelaskan prinsip perjuangannya – prinsip yang lahir dari sikap bergantung pada pertolongan Allah, bukan kekuatan sendiri. Dan di situ juga ada tekad. “Kita akan terus bergerak. Kepada Allah kita bergantung dan kita serahkan semuanya,” ujarnya lebih lanjut.
Bicara soal salju, cobalah bikin bola sekecil mungkin dari benda putih itu. Lalu gelindingkan pada hamparan salju, niscaya bola itu akan membesar dengan sendirinya. Dia akan membesar dan membesar hingga seukuran yang tidak Anda bayangkan sebelumnya.
Apa yang dilakukan oleh Habib Taufiq kira-kira persis seperti itu. Dengan modal seadanya, beliau membuka pengajaran agama (diniyah), untuk murid-murid yang seadanya, di tempat yang seadanya pula. Yaitu di kediaman beliau di kawasan Kauman Kota Pasuruan. Ternyata respons masyarakat cukup bagus. Pengajaran non formal yang dinamai Sunniyah Salafiyah itu kemudian berkembang menjadi madrasah klasikal dengan murid yang semakin lama semakin banyak.
Sekarang, pohon bernama Sunniyah Salafiyah itu tidak hanya membesar dengan akar yang kokoh, tapi juga bercabang-cabang dan beranting-ranting, dengan dedaunan menghijau yang rindang meneduhkan, dengan buah-buah ranum yang menyegarkan. Pohon itu tidak hanya menaungi masyarakat kawasan Kauman Pasuruan dan sekitarnya tetapi juga tempat berteduh bagi masyarakat yang berada jauh darinya. Cabang-cabangnya tidak hanya menjulang tinggi tetapi juga mencuat-cuat panjang hingga jauh sekali, sejauh Bali dan Kalimantan.
Di Kauman Pasuruan saja kini terdapat dua pondok, yaitu di sebelah barat kediaman Habib Taufiq dan di gang sebelah utaranya (gang utara Masjid Agung Al-Anwar). Dua-duanya untuk santri putri. Adapun untuk santri putranya kini telah dipindahkan seluruhnya di kompleks Pondok Suniyah Salafiyah di desa Sungi, Wetan Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan (Baca Rihlah).
Di samping itu, hingga kini tercatat sudah sekitar 12 cabang Sunniyah Salafiyah. Cabang-cabang itu antara lain terdapat di Tuban, Purwodadi, Bangil, Banyuwangi dan Bali. Bahkan, nun jauh di Kalimantan, tepatnya di daerah Petung, kini sudah berdiri cabang Suniyah Salafiyah dengan santri mondok sebanyak 125 orang. Juga ada cabang di daerah minus Islam, seperti di Tosari, sebuah daerah dekat kawasan Gunung Bromo.
Melebarkan Sayap
Tantangan dakwah di setiap zaman itu berbeda-beda. Segala tantangan di masing-masing zaman menuntut penyikapan yang berbeda pula. Prinsip inilah yang melatari motivasi Habib Taufiq untuk melebarkan sayap gerakan dakwah di bawah bendera Sunniyah Salafiyah. Langkah pertama yang beliau lakukan adalah dengan mengirimkan dai-dai ke daerah-daerah yang “Islamnya minus”.
Habib penggemar rujak ini juga punya strategi khusus. Yaitu melalui sistem kaderisasi yang handal. Beberapa orang santri beliau yang telah lulus, diminta untuk mendirikan madrasah di daerah masing-masing. Madrasah-madrasah di daerah inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya cabang-cabanag Sunniyah Salafiyah di berbagai daerah.
Untuk mendirikan sebuah cabang Habib Taufiq perlu meninjau lokasi terkait berulang kali. “Kita berkali-kali datang kesana untuk mempelajari keadaan yang ada.”
Beliau menjelaskan, untuk mengontrol perkembangan di setiap cabang, digunakan dua cara. Pertama, diserahkan pada amanat dari tiap santri yang diberikan kepercayaan di setiap cabangnya. Kedua, setiap tiga bulan dikirim tim dari pusat (Pasuruan-red) untuk memantau perkembangan yang ada di setiap cabang.
Persoalan pembinaan cabang ini kini menjadi perhatian utama Habib Taufiq. Beliau mengungkapkan bahwa kini beliau sangat mengurangi jadwal ceramah keluar. Beliau berkeinginan ada waktu khusus untuk datang langsung ke cabang-cabang Sunniyah Salafiyah di berbagai daerah tersebut. Terutama cabang di daerah yang Islamnya minus. “Kita sering kecolongan dengan pihak non-muslim yang juga menjalankan misi mereka. Seperti pernah kita temui kalangan Kristen yang semakin gencar mendirikan gereja-gereja di daerah Tengger-Tosari Pasuruan. Untuk melancarkan usahanya itu mereka berhasil mengkristenkan Kepala Desa di daerah itu. Persoalan itu yang kini harus lebih diperhatikan,” ungkapnya. Khusus di Tosari beliau berniat mengadakan pengajian seminggu sekali.
Pers Dakwah
Dalam setiap kali pertemuan dengan seluruh jajaran Sunniyah Salafiyah, Habib Taufiq selalu menandaskan pentingnya gerakan dakwah dengan segala macam cara. Komitmen ini kemudian beliau wujudkan dalam gerakan dakwah yang terus berjalan sistematis. Ceramah-ceramah atau pengajian-pengajian semakin digalakkan. Bahkan kini beliau sudah memiliki kader-kader penceramah handal untuk melancarkan dakwah bil lisan ini.
Tidak puas dengan cara “konvensional” tersebut, Habib yang dikenal tegas dalam segala persoalan ini membuat lini baru dalam berdakwah. Sekitar empat tahun yang lalu beliau mendirikan majalah dakwah Cahaya Nabawiy. Majalah ini awalnya bernama Pemuda Nabawiy. Perjalanan dakwah bil kitabah ini sungguh merupakan tantangan yang cukup berat. Betapa tidak, Cahaya Nabawiy (CN) harus berjuang di tengah-tengah rimba media massa. Khususnya belantara media massa berbau maksiat yang semakin menggurita. “Kita memulainya tanpa ada kekuatan modal sedikit pun,” kenang Habib Taufiq. “Sedikit pun kita tidak berniat bahwa majalah ini sifatnya bisnis.”
Alhamdulillah, meski dimulai tanpa modal dan harus bertarung di tengah belantara media yang buas, CN berhasil eksis. Semua berkat pertolongan Allah. Dan pada tahun keempat ini majalah yang kini ada di hadapan Anda ini sudah berhasil menembus pasar 11.000 eksemplar. Meski angka 11.000 itu masih sangat kecil dibanding dengan dominasi pasar non muslim yang ada, setidaknya CN telah melengkapi perjuangan media-media muslim yang lain.
Jangkauan distribusinya pun semakin luas. Berawal dari komunitas yang terbatas, kini CN sudah bisa didapatkan di hampir seluruh daerah Indonesia. Bahkan baru-baru ini, ketika Habib Taufiq berkesempatan ke Singapura, beliau mendapati CN di beberapa outlet di negara sekuler tersebut.
Radio Dakwah
Bola salju terus menggelinding. Cucu Habib Ja’far bin Syaikhon Assegaf ini memperlebar jangkauan dakwah dengan mendirikan stasiun Radio Dakwah Suara Nabawiy (SN). Tentu, ini sesuatu yang tak mudah. Terlebih segala sesuatunya berjalan apa adanya. Tanpa dukungan manajemen dan dana yang cukup seperti halnya radio-radio yang lain. Semua kru SN pun mesti belajar secara otodidak.
Namun, apapun kendalanya, the show must go on, perjuangan harus terus berjalan. Semua halangan harus dibalik menjadi pemicu semangat. Dan waktu telah membuktikan bahwa pengalaman merupakan guru terbaik. Kini Suara Nabawiy (SN), sebagai satu-satunya radio dakwah di wilayah Pasuruan, semakin diperhitungkan keberadaannya oleh berbagai pihak.
Hingga saat ini siaran SN sudah mampu diterima di Mojokerto, sebagian Gresik, Lumajang dan Bondowoso. Toh, pihak manajemen masih menyimpan mimpi. “Kita ingin SN segera bisa mengudara non-stop,” kata Koko, komandan SN. “Tidak ada jeda siaran seperti yang selama ini ada.”
Koko juga berniat melebarkan jangkaun siaran. Menurutnya, untuk wilayah Pasuruan dan sekitarnya akan ditambah tower relay yang insya Allah akan dibangun di daerah Tosari-Pasuruan. Adapun untuk gelombang AM 747, akan diperluas dengan membangun tower relay di daerah Madura.
Radio yang diawaki 12 orang penyiar itu baru-baru ini mengadakan polling (jajak pendapat) tentang kualitas siaran SN. Hasilnya sangat menggembirakan. Respons pendengar ternyata cukup positif. Selain itu, dari hasil polling itu juga diketahui beberapa acara terfavorit dan terkreatif. Hasil ini dirasa efektif sebagai pemicu untuk lebih mengembangkan SN menjadi radio yang lebih profesional.
Oya, selain menjalankan siaran di studio, SN juga seringkali diundang untuk mengadakan siaran langsung di lapangan (on the spot reportation) seperti haul di beberapa pesantren dan beberapa even keislaman lainnya. Seringkali hal itu atas permintaan panitia penyelenggara. Itu sekali lagi, walhamdulillah, membuktikan bahwa kebedaan SN diperhitungkan di tengah masyarakat.
Televisi Dakwah
Ngomong-ngomong, mengapa harus ada majalah dan radio dakwah? “Kaum kuffar (kafir), terutama Yahudi, telah menguasai seluruh jaringan media massa cetak dan elektronik,” jelas Habib Taufiq. “Keberadaan (CN dan SN) kita setidaknya memberikan pilihan kepada kaum muslimin.”
Khusus untuk CN, beliau punya visi tersendiri. “Kita ingin mengingatkan kaum muslimin akan pentingnya budaya baca. Perlu diingat bahwa pada zaman dulu banyak lahir wali dan ulama besar karena mereka rajin membaca. Bukankah ayat yang pertama turun dalam al-Qur’an adalah ‘Iqra’!’ (bacalah!).”
Masih ada alasan lain. “Kita harus jeli melihat peluang yang ada. Jika ada peluang, mengapa tidak kita ambil,” ujarnya.
Bicara soal peluang, ada satu lagi cita-cita besar yang ingin beliau wujudkan untuk menyempurnakan gerakan dakwah, yaitu mendirikan stasiun TV dakwah. Ide ini berawal dari kerisauan tentang semakin “seronoknya” siaran-siaran TV yang ada. Seperti halnya CN dan SN, upaya ini diharapkan menjadi counter (pukulan balik) yang efektif atas dominasi stasiun-stasiun TV yang ada. Pada Ramadlan kemarin (1427 H), beliau dalam setiap kesempatan khotmul qur’an selalu menyampaikan niat mulia ini. Hal ini dilanjutkan dengan penggalangan dana pendirian TV Dakwah tersebut. Diakui oleh Habib Taufiq bahwa pendirian TV Dakwah ini memang terasa berat tanpa dukungan berbagai pihak. Oleh karenanya, Habib Taufiq mengundang semua pihak untuk mendukung pendirian stasiun TV Dakwah ini. (Bagi para pembaca yang berminat bisa menyalurkan bantuannya melalui rekening yang diumumkan di majalah ini. Hasil dari sumbangan pembaca ini akan dilaporkan secara periodik dan terbuka kepada seluruh warga melalui CN dan SN.
Dakwah Sosial
Itu belum semuanya. Selain bergerak dalam dakwah secara langsung, Sunniyah Salafiyah juga menjalankan gerakan dakwah sosial. Seperti mendirikan Darul Aitam guna menampung para yatim. Di samping itu, disediakan pula fasilitas keringanan bagi kalangan yang kurang mampu.
Walhasil, sebagai sebuah gerakan dan jaringan dakwah, Sunniyah Salafiyah akan terus bergerak. “Seperti sebuah bola salju yang terus membesar, kita ingin lebih banyak pihak yang terlibat. Sampai saat ini alhamdulillah sudah banyak pihak dan donatur yang bergabung dengan kita,” harap Habib Taufiq.
Menjaga semangat agar tetap berkobar bukanlah persoalan mudah. Memberikan perlawanan yang seimbang dengan tantangan yang ada juga bukanlah masalah ringan. Dan itulah yang kini dilakukan oleh Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf, pengasuh pondok pesantren Sunniyah Salafiyah Pasuruan. Muhammad Nawawi