PP Aqdaamul Ulama’, Pandaan Pasuruan

 Pondok Dengan Paradigma Salaf

Sore usai membaca wirid shalat Ashar, para santri tidak beranjak dari tempat duduknya, mereka tetap berbaris rapi. Salah seorang santri senior kemudian maju, membaca salawat Allahumma sholli ‘ala sayidina Muhammad wa ‘ala ali sayidina Muhammad, santri yang lain serentak mengikuti membaca shalawat sebanyak seratus kali. Itulah di antara rutinitas pesantren ini setiap sore. “Para santri di sini memang diwajibkan membaca shalawat seratus kali sehari” kata seorang santri senior.

Salah satu tujuan membaca shalawat setiap hari adalah menanamkan rasa cita kepada Rasulullah SAW kepada santri. “Semua ulama salaf dahulu memiliki rasa mahabbah yang tinggi kepada Rasulullah SAW, oleh karena itu ini adalah dalam rangka mengikuti ulama terdahulu” jelas santri lain ketika ditanya.

Pondok Pesantren ini berdiri pada bulan Agustus 1991. Sebenarnya tidak ada keinginan dari pendiri pesantren untuk mendirikan Pondok Pesantren Aqdaamul Ulama’. Mulanya hanya berupa Majelis Ta’lim di mushalla yang diasuh oleh Ust. Ilham Masduqi. Kemudian beberapa jamaah yang meminta anaknya dibuatkan asrama, agar bisa mengikuti pengajian setiap hari. Pada awal berdirinya pesantren ini tidak mempunyai nama. Maklum karena tidak ada rencana mendirikan pesantren sebelumnya.

Setelah berjalan selama 3 tahun, pesantren ini baru diberi nama yaitu Aqdamul Ulama’, yang berarti telapak kaki ulama. Pemberian nama ini lahir dari keinginan para pendiri dan pengurus untuk lebih serius mengader generasi muda yang selalu mengikuti ajaran ulama salaf. Para pendiri melihat, generasi muda sekitar mushalla semakin menjauh dari ajaran agama. Apalagi gerakan-gerakan menyerang akidah Islam semakin gencar dilakukan. Maka perlu sekali membentengi para generasi tersebut dari berbagai kemungkaran.

Sesuai dengan namanya, pesantren ini, mempunyai visi dan misi mencetak kader yang bisa melanjutkan langkah perjuangan salafus shalih dan selalu berpegang teguh pada ajaran-ajarannya dalam menyelesaikan problem aktual yang menimpa masyarakat. Oleh karena itu santri secara rutin diberi materi-matei aktual keislaman.

Sejak berdirinya pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1992, sistem pengajarannya menggunakan metode sorogan, santri belum dibagi per kelas. Setelah melalui berbagai proses dan jumlah santri semakin bertambah, akhirnya disusun kurikulum yang baku.

Adapun kurikulum yang diterapkan adalah mengadopsi kurikulum pesantren Sidogiri. Ada beberapa santri Sidogiri yang bertugas mengajar ditempatkan di pesantren Aqdamul Ulama’. Terhitung sejak 1993-1997 ada empat alumni Sidogiri yang ditugaskan di Aqdaamul Ulama’.

Setelah berjalan 6 tahun, Aqdaamul Ulama’ tidak mengambil guru tugas dari pesantren Sidogiri. Tenaga pengajarnya diambil dari alumni  maupun santri senior. Ada beberapa santri yang  meneruskan pendidikannya di pesantren Sidogiri. Setelah lulus mereka mengajar di Aqdamul Ulama’.

Beberapa tahun kemudian kurikulum yang telah berjalan dimodifikasi dan ada sedikit perampingan dan penyempurnaan. Lama studi yang harus ditempuh adalah selama enam tahun (mulai kelas 1-kelas 6). Setelah lulus santri diwajibkan mengabdi mengajar di pesantren selama satu tahun.

Umumnnya santri yang belajar di Aqdamul Ulama’ juga sekolah di sekolah umum di luar pesantren. Setiap santri memang dianjurkan untuk belajar ilmu-ilmu umum di sekolah formal.

Santri tidak hanya ditarget mampu membaca kitab kuning, namun juga diharapkan bisa mengaktualisasi kitab kuning dengan problematika masa kini yang semakin kompleks. Dan hal itu bisa ditunjang dengan kemampuan ilmu-ilmu umum.

Di luar belajar di Madrasah Diniyah, yang dimulai setelah shalat Isya’ sampai pukul 21.00, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti santri, antara lain musyawarah (diskusi) yang diadakan satu minggu sekali. Musyawarah ini diikuti oleh kelas empat sampai kelas enam yang dibimbing oleh seorang ustadz. Materi diskusinya seputar masalah fikih.

Untuk mengasah kemampuan berbicara Bahasa Arab, santri diwajibkan mengikuti kursus Bahasa Arab. Kursus ini dibagi menjadi 2 kelas, yaitu tingkat dasar dan tingkat lanjutan. Untuk tingkat dasar diikuti oleh kelas 2 dan 3, sedang tingkat lanjutan untuk santri kelas 4-6.

Setelah shalat Isya’, sebelum pelajaran dimulai, santri diwajibkan membaca Ratib al-Haddad. Mereka juga diwajibkan mengikuti kursus tartil Qur’an yang diadakan setiap Ahad pagi di Masjid Jami’. Kursus ini dibimbing oleh seorang guru dari Pesantren Ilmu Qur’an (PIQ) Singosari. Pada setiap hari Kamis kegiatan belajar di Madrasah Diniyah diliburkan, dan diisi dengan pembacaan Maulid Simthuth Dhuror yang diiringi musik rebana. Selain hari Kamis, pembacaan Maulid juga di adakan setiap hari Ahad pagi setelah sholat Subuh. Nuansa shalawat memang selalu mengiringi rutinitas pesantren Aqdamul Ulama’.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Telegram
WhatsApp