Ponpes Miftahul Ulum Panyepen-Pamekasan

Berkembang Dengan Panji La Ilaha Illallah

Jam saat itu menunjukkan 12.30 WIB. Tampak para santri keluar dari Masjid Pondok. Mereka baru saja melaksanakan shalat dhuhur berjamaah. Tidak ada warna lain selain jubah putih yang melambai-lambai diterpa hembusan angin. Memang busana jubah rupanya menjadi satu ciri khas ponpes Panyepen ini. Salah seorang pengurus menyebutkan bahwa setidaknya dari aspek pakaian agaknya mereka mempertahankan tradisi salaf.

Nyaris tanpa suara mereka menuju kamar masing-masing untuk mempersiapkan diri mengikuti jadwal Ta’lim Diniyyah yang dilaksanakan pada siang hingga sore hari. Siang itu mendung tebal menggelayut di atas bumi Desa Panyepen Pamekasan. Tak lama kemudian hujan cukup deras mengguyur bumi Panyepen. Sejenak suasana sepi.

Miftahul Ulum Panyepen Pamekasan (Madura) adalah salah satu ponpes bertradisi Salaf yang terus berkembang. Ponpes ini didirikan kira-kira pada tahun 1827 oleh almaghfurlah KH Nasiruddin bin Isbath.  Beliau meninggal pada usia 130 tahun. Sepeninggal beliau, ponpes dipimpin oleh KH. Sirath. Selama sepuluh tahun beliau memangku pondok ini. Kemudian beliau beralih ke ponpes Betet di daerah Kota Pamekasan menjadi pengasuh di sana dan berhasil mendirikan Universitas Islam Madura (UIM).

Oleh karenanya kemudian Panyepen dipimpin oleh KH Badruddin. Tidak ada sumber tertulis yang menerangkan mulai tahun berapa beliau memimpin ponpes, sekitar 50-an. Beliau wafat pada usia 82 tahun. Selama kepemimpinan di ponpes, beliau dibantu oleh putra keduanya yaitu KH Soleh Badruddin. Sepeninggal KH Badruddin, KH. Soleh dibantu oleh menantu beliau KH Asy’ari hingga tahun 1970 dia memangku ponpes panyepen tersebut. Setelah empat tahun di Panyepen beliau mendirikan Madrasah Miftahul Ulum. Kemudian beliau ditunjuk oleh KH Badruddin untuk membantu mengembangkan Madrasah Miftahul Ulum putri. Di masa kepemimpinan, KH Asy’ari dikenal sebagai aktivis politik Partai Nahdlatul Ulama’ (Partai NU).

Barulah pada tahun 1971, KH Mudatssir Badruddin dilantik sebagai pemangku ponpes Pannyepen. Pendidikan beliau adalah di ponpes Sidogiri Pasuruan. Pelantikan beliau sendiri dilakukan oleh pengasuh Ponpes Sidogiri yakni KH Kholil dengan membawa 50 kendaraan rombongan dari Sidogiri. Tidak lama setelah pelantikan, beliau harus kembali ke Sidogiri untuk menyelesaikan belajarnya. Di samping berkhidmah di sana beliau juga diminta untuk mengembangkan pendidikan ponpes di Sidogiri. Di Sidogiri inilah beliau termasuk salah seorang penggagas Kopontren Sidogiri yang sekarang sudah berkembang pesat.

Sepulang dari Sidogiri beliau membuat beberapa pengembangan pendidikan di ponpes Panyepen dengan sangat mengagumkan. Pada tahun 1973 beliau mendirikan Madrasah Aliyah. Pada tahun 1978 yayasan ponpes Miftahul Ulum Panyepen resmi didirikan dan pada tahun itu pula SMP A-Miftah berdiri. Selanjutnya pada tahun 1986 SMA Al-Miftah didirikan. Puncaknya adalah didirikannya Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Miftah dengan dua fakultas yaitu Tarbiyah dan Syari’ah. Syari’ah khusus putra dan Tarbiyah khusus santri putri. Hingga saat ini STAI Al-Miftah sudah tiga kali melaksanakan Wisuda Sarjana Strata Satu (S-1).

Sistem pendidikan yang beliau kembangkan terbagi menjadi dua kelompok besar. Pendidikan MI–MA menggunakan kurikulum Depag khusus untuk santri putri. Adapun SD–SMA menggunakan kurikulum Diknas khusus untuk putra. Dari jumlah siswa yang ada 95 % adalah santri yang bermukim di pondok, sisanya 5 % dari luar pondok.

Ketika Kiai alumnus Sidogiri ini memutuskan untuk mendirikan sekolah formal, maka diniyyah harus pindah ke sore hari. Mulanya banyak pihak beranggapan, bahwa diniyyah akan kalah perhatian dengan sekolah formal. Tapi 3 tahun terakhir dirasakan sistem pembagian jam belajar ini dirasa lebih efektif..

Keberhasilan KH Mudatssir mengelola sistem pendidikan di ponpes membuahkan hasil dengan adanya bantuan Unit Sekolah Baru dari Bank dunia senilai kurang lebih Rp. 1.2 M pada tahun pelajaran 2003 – 2004.

Pengembangan sistem pendidikan ponpes Panyepen ini seiring dengan jumlah santri yang terus berkembang. Hingga kini kurang lebih terdapat 1.700 orang murid yang nyantri di Panyepen.

Jumlah santri yang terus berkembang ini melahirkan masalah sendiri , yakni masalah pemenuhan kebutuhan air bersih. Maka untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut, ponpes Panyepen mendapatkan kepercayaan dari pemerintah pusat dengan dibangunnya bendungan mini di depan ponpes senilai Rp. 4.9 milyar. Pembangunan bendungan itu sendiri sudah dilaksanakan sejak tahun 2003. diharapkan dengan dibangunnya bendungan tersebut, manfaatnya juga bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar ponpes.

KH Mudatsir Badruddin yang juga pernah belajar di Makkah selama 4 tahun ini mengembangkan sayap pendidikan ponpes hingga wilayah Kalimantan Tengah. Hingga kini terdapat tidak kurang dari 72 lembaga ponpes yang merupakan filial (cabang) dari ponpes Panyepen di Pamekasan dengan jumlah santri keseluruhan kurang lebih 10.000 orang santri. Dari 72 lembaga tersebut, 42 diantaranya memang asli didirikan sebagai cabang. Sebagian besar terdapat di daerah Pangkal Embun-Waringin Barat Kalimantan Tengah. Sedangkan 30 lainnya adalah ponpes lokal menyatakan diri bergabung sebagai cabang atau filial ponpes Panyepen.

KH Mudatssir Badruddin juga dikenal sebagai ulama yang intelek. Beliau menyinggung tentang perlunya setiap ponpes dan semua lembaga pendidikan agama untuk lebih membekali diri dengan IPTEK. Tantangan yang berkembang menuntut hal seperti itu. Jika tidak selamanya umat Islam akan tertindas.

Di mata para santri khususnya pengurus pondok, Kiai yang kini berusia 60 ini dikenal sebagai Ulama inovatif. Salah seorang pengurus mengatakan, “sebenarnya Kiai punya banyak rencana bagus. Namun seringkali pengurus pondok tidak mampu mengimbanginya.”

Bahkan beliau juga menyinggung tentang konspirasi Yahudi-Nasrani untuk menghancurkan Islam. Beliau mengingatkan, konspirasi ini sudah masuk ke seluruh aspek kehidupan berbangsa bahkan agama. Dengan dalil pengembangan masyarakat, konspirasi mengacak-acak tatanan yang ada. Oleh karenanya umat Islam harus berhati-hati. Maka ponpes semakin tidak ringan tugasnya. Karena di sinilah kita lebih banyak berharap akan lahir generasi baru yang mampu mengangkat panji-panji La Ilaha Illallah.(Muhammad Nawawi).

Pondok Ponpes Bata Bata Pamekasan Madura

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Telegram
WhatsApp