TINGGALKAN PERAYAAN TAHUN BARU MASEHI
Wawancara Dengan Habib Taufiq Pasuruan
TINGGALKAN PERAYAAN TAHUN BARU MASEHI
Benarkah Nabi Isa AS yang di”anak-Tuhankan” kaum Nasrani ini lahir 25 Desember? Jika di dalam Injil disebutkan beliau lahir saat banyak domba berkeliaran dan pelepah pohon kering bertebaran. Mungkinkah Desember itu musim panas? Jika tidak, maka 1 Januari adalah Hari Matahari? Ini artinya adalah bahwa peringatan agama Mitraisme alias penyembah matahari agama kuno ini tidak berdasar pada akar sejarah yang tepat, melainkan seperti disebut-sebut, merupakan mitos Yunani belaka.
Jika Tahun Baru Miladi atau Masehi ini berangkat dari asumsi yang salah secara historis. Mengapa orang masih merayakan peringatan atau perayaan yang salah dan bahkan sudah jadi “salah kaprah”? Istilah yang terdapat pada susunan bulan-bulan Masehi, ternyata mengambil dari Mitraisme, yaitu misalnya Maret dari Mars, demikian pula Juni dari Junon, Juli dari Julius, Augustus dari Agustinus, dan seterusnya yang ternyata adalah dewa-dewi agama primitif itu.
Sehingga atas dasar itulah maka, sangat tidak beralasan dan tidak pula dapat dibenarkan jika umat Islam merayakan Tahun Baru Masehi. Inilah kelemahan kita, khususnya umat Islam yang ketimuran mudah mengikuti apapun. Sekalipun tidak ada alasan mengapa mereka mengikuti. Perayaan itu sebetulnya bukanlah suatu kebudayaan Indonesia. Itu adalah budaya asing yang diimpor ke Indonesia dan berkembang di Indonesia.
Apa faktor yang dapat menjadikan Umat Islam ikut serta merayakan ?
Saya lihat hal itu dikarenakan karena minimnya pengetahuan umat Islam Indonesia tentang agama. Pertama tokoh-tokoh agama kurang intens menjelaskan bahwa tahun baru Masehi itu bukan untuk umat Islam. Kedua, pemerintah kita juga lebih cenderung menggunakan perayaan tahun baru Masehi itu disbanding tahun baru Islam. Ironis sekali dalam sebuah Negara yang Pemerintahnya didominasi oleh orang Islam, bahkan mayoritas rakyatnya beragama Islam tapi malah berkiblat kepada orang – orang barat yang notabene non Islam.
Menurut Ustadz, apa yang harus dilakukan pemerintah ?
Kesalahan pemerintah adalah mereka ikut serta mempropagandakan perayaan Tahun Baru Masehi ini. Dengan mengadakan, merencanakan, ikut membiayai. Tapi lihat ketika masuk tahun baru Hijriyah, sepi. Sama sekali tidak ada upaya pemerintah untuk merayakan Tahun Baru Hijriyah dengan lebih syi’ar. Demikian juga tokoh-tokoh agama tidak merayakan Tahun Baru Hijriyah dengan meriah, dalam arti yang sesuai dengan agama. Dalam hal ini saya melihat adanya ketimpangan dalam atensi mereka yang justru lebih mengakomodir kelompok minoritas di Negeri ini.
Apakah ini merupakan koonspirasi non-Muslim ?
Jelas. Memang mereka berhasil sekarang dengan memasukkan perayaan Tahun Baru mereka di tengah-tengah muslimin. Setelah Natal diikuti Tahun Baru. Ucapan Selamat Tahun Baru selalui diawali dengan ucapan Selamat Natal. Umat Islam lupa bahwa. ini adalah program musuh-musuh Islam yang telah dirancang secara sistematis dalam rangka pendangkalan pemahaman muslimin terhadap agamanya sendiri.
Lalu apakah hal ini bisa dikatakan satu hal yang wajar ?
Memang sudah ada gambaran dari Rasulullah SAW. “Kamu akan mengikuti cara-cara daripada orang-orang sebelum kamu yakni Yahudi dan Nasrani. Tapi tidak sekaligus”. Sedikit-demi sedikit umat Islam mengikuti mereka. sehingga Nabi mengungkapkan dengan istilah “bahkan pada puncaknya nanti, saat mereka masuk lubang biawakpun, umat Islam akan mengikuti”. Artinya, itu pasti akan terjadi. Perkembangan yang ada saat ini menunjukkan bahwa umat Islam benar-benar lebih tertarik dengan pola hidup orang Yahudi dan Nasrani. Tahun Baru Masehi, umat Islam ikut merayakan. Valentine ikut merayakan. Bahkan sekarang semakin banyak yang ikut perayaan Natal. Belum lagi gaya hidup, pakaian , kebiasaan dan lain sebagainya. Nantinya bias – bisa keseluruhan gaya hidup mereka akan ditiru oleh umat Islam…..
Tindakan apa yang harus kita lakukan dalam menyikapi hal tersebut ?
Harus ada upaya pencegahan, agar umat Islam kembali pada cara-cara hidup yang Islami. Nggak usah perayaan Tahun baru. Anggap itu hal yang biasa. Hanya seperti pergantian hari-hari biasa. Apalagi itu milik orang-orang Masehi, kenapa kita harus ikut-ikutan. Justru tahun Baru Hijriyah yang harus dirayakan seperti dengan doa bersama, qiyamul lail, menyantuni anak yatim, perbanyak sedekah dan amal kebaikan lainnya.
Faktor dominan apa yang menjadikan umat Islam mudah tertarik dengan cara-cara hidup Yahudi dan Nasrani ?
Itu karena ketidak-fahaman mereka yang telah menciptakan budaya latah. Umat Islam sekarang ini ibarat barang yang mengapung di atas air. Barang itu sendiri tidak bergerak, yang bergerak adalah airnya, akhirnya terbawa oleh arus air tadi. Itulah kondisi umat Islam sekarang ini. Umat Islam sekarang ini tidak ada pergerakan. Lebih banyak diam. Sedangkan Yahudi dan Nasrani terus bergerak untuk mengelabui umat Islam lewat media cetak dan elektronika. mereka Menyusup dalam jajaran pemerintahan dan segala pranatanya. Mana gerakan umat Islam ? Kalaupun ada gerakan, hanya gerakan di tempat
Ustadz, apa perlu kita mengadakan acara pada malam tahun baru Masehi tapi tidak menggunakan label tahun baru ?
Ndak usah. Itu bukanlah Tahun Baru. Tidak perlu ada perayaan khusus. Tapi memang harus diakui bahwa mencari kebahagiaan memang sangat manusiawi dan wajar. Itupun harus dengan cara yang Islami. Dengan cara bersyukur, misalnya. kalau dengan cara yang bisa membuat dia lupa kepada Allah, itu sama sekali tidak dibenarkan. Lihat bagaimana kisah Qarun dalam al-Qur’an. Oleh Allah diberikan ilmu dan kekayaan yang berlimpah. Namun ia lupa dan terus berfoyah-foyah, sombong, tidak mau menerima yang haq dari Tuhannya. Padahal ia telah mendapat nikmat yang besar, terutama Ilmu. Dikatakan bahwa dia adalah orang yang paling mengetahui isi Kitab Taurat setelah Nabi Musa dan Nabi Harun. Belum lagi nikmat berupa harta yang al-Qur’an menggambarkan kunci-kuncinya saja tidak kuat dibawa oleh 70 orang yang kekar. Sikap Qarun yang demikian, diperingatkan oleh kaum dan kerabatnya “janganlah engkau bersenang-senang dengan cara yang seperti itu karena Allah sesungguhnya tidak suka orang – orang yang berbahagia dengan cara seperti yang kau lakukan”. Dinasehatkan pula kepada Qarun bahwa kebahagiaan dunia adalah untuk mendukung kebahagiaan akhirat. Berbuat baiklah kamu seperti Allah telah berbuat baik kepadamu. Jangan bermaksiat kepada Allah diatas bumi (berbuat kerusakan). Konteks sifat Qarun ini identik dengan sifat-sifat manusia dalam perayaan Tahun Baru Masehi itu yang lebih banyak menggunakan cara – cara yang gelamour hingga lupa kepada Allah. Kesombongan Qarun bertambah ketika dia mengatakan bahwa kebahagiaan yang ia peroleh bukanlah nikmat Allah tapi karena ilmu yang ia miliki.
Perayaan Tahun Baru dinilai oleh umat Islam seakan kita sudah maju, dan mengarah pada modernisasi. Qarun semakin congkak, dia keluar sambil terus memamerkan hartanya. Saat itulah ada dua kelompok masyarakat. Pertama mereka yang mengagumi Qarun. Mereka berkata, “seandainya kita seperti Qarun, mungkin nasib kita lebih mujur”. Ini fakta umat Islam. Mereka meniru Yahudi dan Nasrani. Persis kaum di jaman Qarun. Kedua, mereka yang berilmu mengatakan, “celaka kalian yang ingin seperti Qarun. Karena sesungguhnya pahala Allah lebih baik bagi orang yang beriman”.
Akhirnya Allah SWT menenggelamkan Qarun dan seluruh hartanya ke dalam Bumi. Lalu siapakah yang akan menolong. Barulah mereka yang kagum kepada Qarun tersadar. Apakah kita baru akan sadar menunggu setelah adzab Allah diturunkan kepada kita ? Janganlah kita menerima nikmat Allah dengan cara melupakan Allah. Semua tata cara perayaan Tahun Baru Masehi tidak ada yang Islami. Dan memang itu bukan Tahun Barunya umat Islam.
Lalu apa perlu gerakan yang lebih kongkrit untuk menyadarkan masyarakat ?
Itu yang susah. Kita ini ibarat mengobati orang yang sakit parah tapi merasa nikmat dengan sakitnya. Seperti menerangkan bahaya merokok kepada orang yang kecanduan rokok. Begitu juga umat Islam yang telah di nina bobokan. Kita dibuat terbuai oleh Yahudi dan Nasrani dengan segala macam gaya hidup mereka. Umat Islam menjadi kecanduan dengan perayaan itu. Ditunggu, direncanakan, dan dipersiapkan. Bahkan pemerintah mendukung dan memfasilitasi perayaan Tahun Baru Masehi. Kita yang bicara seperti ini justru dianggap orang aneh.
Negara kita yang mayoritas Muslim, memiliki lembaga MUI (Majlis Ulama Indonesia), apa harapan ustadz ?
MUI harus memberikan pengertian kalau perlu fatwa bahwa perayaan Tahun Baru Masehi adalah Tahun Barunya umat Nasrani dan haram bagi umat Islam merayakannya. Samakan dengan Natal yang khusus bagi Nasrani. Mereka yang bukan nasrani saja tidak merayakan Tahun Baru Masehi. Eh kok kita yang muslim ini malah terkadang lebih meriah dalam merayakannya.
Ustadz, faktanya sekarang ini banyak organisasi – organisasi Islam di tengah-tengah masyarakat. Harapan Ustadz pada mereka ?
0Yang jelas kita tidak perlu mengadakan gerakan dan perlawanan secara fisik. Karena bagaimanapun mereka juga umat Islam. Yang lebih penting adalah upaya penyadaran kepada muslimin bahwa perayaan Tahun Baru Masehi adalah termasuk salah satu dari program Yahudi dan Nasrani agar umat Islam hidup dengan pola yang tidak Islami. Ingat !!! barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum itu. Juga barang siapa yang memperbanyak jumlah mereka, maka dia termasuk golongan itu. Jangan bosan-bosan untuk menyadarkan saudara-saudara kita. Karena Yahudi dan Nasrani pun tidak pernah bosan mempengaruhi umat Islam. Juga barangsiapa yang ridlo dengan perbuatan maksiat, maka dia sama dengan orang yang melakukan maksiat,
Muhammad Nawawi