MUHARRAM, BULAN KEMENANGAN ISLAM
Muharram telah di depan mata.
Sebagai kaum Muslimin kita berkewajiban merayakannya
sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT
atas kemenangan nabi-nabi Allah
dalam mengalahkan musuh mereka.
Muharram adalah bulan yang mulia. Berikut petikan wawancara Muhammad Nawawi dari CAHAYA NABAWIY dengan Ustadz TAUFIQ ASSEGAF (Pengasuh ponpes Sunniyah Salafiyah, Pasuruan).
Apa pendapat Ustadz tentang peringatan Muharram?
Muharram adalah termasuk salah satu Asyhurul Hurum (bulan-bulan yang dimuliakan oleh Allah). Seperti diketahui dalam sejarah Islam banyak terjadi peristiwa-peristiwa besar yang bisa dijadikan simbol kemenangan Islam. Seperti ditenggelamkannya Fir’aun ketika mengejar Nabi Musa AS. Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadithnya mengatakan:
” أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
“Puasa yang utama dan mulia setelah bulan Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram”. (HR Muslim, 1163) Dikisahkan ketika Nabi SAW masuk Kota Madinah, beliau menyaksikan umat Yahudi tengah berpuasa. Lalu beliau bertanya, “Mengapa kamu berpuasa ?” “Kami berpuasa untuk menghormati dan memperingati kemenangan Musa AS atas Fir’aun”. Mendengar jawaban ini, Rasul menyatakan: “Kami (muslimin) lebih berhak daripada kaum Yahudi”. Maka semenjak itu Nabi berpuasa dan memerintahkan umatnya untuk mengikuti sunnah puasa itu.
Bagaimana tanggapan Antum tentang cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat kita sehubungan dengan Muharram, semisal dengan membuat makanan Jenang Suro, sebagian dari mereka mengatakan bahwa itu adalah meniru apa yang dilakukan oleh Nabi Nuh AS setelah terbebas dari Banjir besar…..
Ndak bener itu. Sah-sah saja itu dilakukan sebagai salah satu bentuk perayaan tapi jangan sampai itu di tasyri’-kan (diyakini sebagian dari ajaran agama), dan tidak bertentangan dengan ajaran agama seperti dalam bentuk kemaksiatan.
Lalu bagaimana mestinya perayaan yang bisa kita lakukan?
Sebagai bentuk pergantian Tahun dalam Islam (Tahun Hijriyah) maka selayaknya umat Islam mengadakan muhasabah (koreksi) terhadap seluruh amal yang telah dilakukan. Ada sebuah hadits dhoif, ya.. meski dhoif bukan berarti kita harus membuangnya. Dalam hadith tersebut ada anjuran bahwa jika masuk bulan Muharam agar melakukan sedikit kemewahan kepada keluarga kita. Misalnya dengan memberikan belanja lebih pada hari Asyura, atau membelikan makanan-makanan. Itu dianjurkan dalam Islam. Juga menyantuni anak-anak yatim sangat dianjurkan dalam bulan Muharram ini.
Ustadz, bagaimana tanggapan Antum tentang peristiwa Karbala yang juga terjadi di hari Asyura?
Yang terpenting adalah jangan sampai hari itu diperingati dan dijadikan hari berkabung, bersedih atas kematian seseorang. Ingatlah tidak ada yang lebih menyedihkan melebihi wafatnya Nabi Muhammad SAW. Justru pada peristiwa Karbala itu menunjukkan kekuasaan Allah SWT. Dan kematian Sayyidina Husein Allah pilihkan bulan dan hari mulia, karena memang dia adalah pribadi yang mulia.
Tentang bentuk peringatan peristiwa Karbala seperti yang dilakukan oleh sebagian golongan Syiah?
Saya sangat tidak setuju. Apalagi dengan cara menjerit-jerit, menangis, memukuli diri sendiri. Rasul SAW dengan jelas melarang meratapi kematian seseorang apalagi dengan cara memukuli diri sendiri. Dalam hadithnya beliau bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ اْلخُدُودُ، وَشَقَّ اْلجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى اْلجَاهِلِيَّةِ
“bukan termasuk golonganku, orang yang menampar pipinya, merobek-robek bajunya, dan berdoa dengan doa kaum Jahiliyah” (HR Bukhori, 3331)
Apa pandangan Ustadz tentang kematian Sayyidina Husein?
Sebenarnya kematian beliau merupakan bentuk pengkhianatan orang-orang yang mengaku pecinta ahlul bait sendiri. Sebelum peristiwa itu terjadi, Sayyidina Husein mendapat ratusan bahkan ribuan surat yang berisi harapan mereka agar beliau mengadakan perlawanan terhadap Pemerintahan Yazid yang tengah berkuasa saat itu. Ketika beliau diserang di tengah pertempuran, beliau ditinggalkan oleh kaumnya sendiri. Ini adalah pengkhianatan kaum pada pemimpinnya sendiri.
Pelajaran apa yang bisa diambil dari peristiwa ini?
Dua hal, kesetian kaum pada pemimpin dan keberanian seorang pemimpin dalam memerangi kezaliman
Oh ya Ustadz, apa program Sunniyah Salafiyah untuk Muharram kali ini?
Sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Kita akan mengadakan penyantunan anak-anak yatim.
Berapa jumlahnya Ustadz?
Untuk saat ini belum bisa disampaikan karena jumlahnya terus berkembang. Nanti kalau sudah dekat dengan pelaksanaan akan segera dipublikasikan.*