Khotmul Bukhari Perindah Bulan Mulia

Sebuah “tradisi indah” yang dapat meningkatkan kedekatan dan memupuk kecintaan terhadap Rasulullah SAW, sekaligus menambah wacana dan pengetahuan tentang perilaku Habibullah untuk ditauladani, telah berlangsung lama di kalangan sebagian komunitas muslimin di berbagai belahan dunia.

            Adalah khotmul Bukhari, salah satu aktifitas jam’iyah muhibbin (para pecinta Nabi Muhammad SAW, Red) yang melakukan khataman, membaca hingga tuntas kitab kumpulan hadits riwayat Imam Bukhari, merupakan kebiasaan aslafus sholeh sejak dulu, yang hingga kini masih terjaga dengan baik, bahkan cenderung meningkat kuantitas jama’ahnya.

            Kegiatan itu berlangsung setiap memasuki bulan Rajab, salah satu bulan yang dimuliakan Allah diantara asyhurulhurum. Tak ada pembatasan waktu melakukannya, bisa pagi, siang, sore bahkan malam hari. Meski demikian, jama’ahnya terlihat semangat dan khusyu’ mengikutinya.

            Bagaimana sebenarnya sejarah dilakukan khotmul Bukhari, mengapa harus kitab Bukhari, bukan lainnya, dan mengapa pula hanya dilakukan pada bulan Rajab?. Berikut penjelasan Ustadz Habib Taufiq Assegaf, pengasuh Ponpes Sunniyah Salafiyah Pasuruan, salah seorang yang gigih meneruskan kebiasaan Khotmul Bukhari, ketika reporter Djoko Sujanto mewawancarainya. Berikut petikannya :

Ustadz, bisa diceritakan sejarah dilakukannya khotmul Bukhari, yang kini tetap berlangsung, bahkan cenderung kian banyak jamaahnya.

Sebetulnya pembacaan kumpulan hadits yang terhimpun dalam Kitab Bukhari sudah menjadi kebiasaan atau wirid para habaib sejak dulu. Mereka, terutama yang berada di Hadramaut, Yaman merupakan perintis kegiatan itu. Selanjutnya, kebiasaan itu ditingkatkan dengan melakukan khataman kitab tersebut atau kita kenal dengan khotmul Bukhari, pada setiap memasuki bulan Rajab.

Seiring dengan perkembangan dan berjalannya zaman, pembacaan kitab Bukhari itu kemudian menyebar ke mana-mana, termasuk sampai di Indonesia. Itu semua jasa para salaf kita yang perlu disyukuri dengan tetap melestarikan khotmul Bukhari, baik melakukannya sendiri-sendiri maupun secara berjamaah atau bersama-sama.

Mengapa mesti dilakukan di bulan Rajab?

Bukan keharusan, tapi itu merupakan anjuran. Kita ketahui Rajab kan termasuk diantara asyhurul hurum (bulan-bulan atau empat bulan yang dimuliakan Allah SWT, Red), yakni tiga bulan waktunya berurutan, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram, kemudian Rajab terpisah dari ketiganya.

 Pada bulan-bulan itu banyak amalan baik sunnah maupun fardhu yang sudah ditasyri’, yaitu di bulan Dzulqo’dah biasanya selain berpuasa banyak muslimin melakukan umroh, selanjutnya di bulan Dzulhijjah ada kewajiban haji bagi yang mampu, dan pada syahrul Muharram ada anjuran untuk menyantuni anak Yatim, serta masih banyak lagi aktifitas ibadah dalam tiga bulan itu.

            Sementara pada bulan Rajab yang terpisah dari tiga bulan mulia itu, menurut para habaib dan asfalunas sholeh saat itu juga perlu diisi dengan memperbanyak amal ibadah. Mereka menginginkan selain berpuasa, sebaiknya ada “kesibukan” lain yang dilakukan. Nah, dalam hal ini beliau-beliau berinisiatif untuk melakukan telaahan kitab Bukhari, diawali dengan membacanya, yang kemudian berkembang menjadi arena khotmul Bukhari. Alangkah indahnya, saat-sat mulia di bulan-bulan yang diistimewakan Al Kholiq diisi amalan yang mulia pula.

Mengapa dipilih Kitab Bukhari bukan lainnya?

Yang jelas ushuluddin, yaitu pokok atau dasar-dasar agama menyatakan setelah Al Qur’an adalah Al Hadits. Setelah itu baru Ijma’ dan Qiyas. Dipilihnya kitab Bukhari karena memang paling shahihnya hadits adalah yang diriwayatkan Imam Bukhari. Sehingga dikatakan oleh sebagian ulama, “As shahul kutub ba’da kitabillah”, paling shahihnya kitab setelah Al Qur’an adalah kitab Bukhari.

Semua ulama, dari generasi ke generasi sampai sekarang sudah menyepakati pandangan atau pendapat itu. Kecuali, orang-orang yang tidak memiliki dasar ilmu agama masih meragukan keshahihan sanad atau periwayatan Imam Bukhari. Jadi kitab yang paling unggul setelah Al Qur’an berdasarkan penelitian secara ilmiah adalah kitab Bukhari.

Adakah keistimewaan atau hikmah lain khotmul Bukhari, selain yang telah antum katakan tadi ?

Saya kira tidak ada tasyri’nya, selain yang saya jelaskan tadi. Yang pasti kalau seseorang banyak membaca hadits dia akan tergolong dalam sabda Nabi SAW yang menyatakan, “Aqrobukum minni manzilan yaumal qiyamah ………………….alayya sholatan” Artinya, yang paling dekat dengan aku nanti di hari kiamat adalah yang banyak membaca sholawat.

Dan, tidak ada pembacaan satu kitab yang banyak mengucap sholawat kepada Rasulullah SAW, kecuali membaca kitab-kitab hadits. Kan di sana pasti diawali kata-kata Qola Rasulullah SAW, ada lagi Sami’tu Rasulullah SAW,dan lainnya.

Ada lagi yang bisa kita tiru dari kebiasaan para Salaf kita apabila mempunyai hajat dan ingin qobul hajatnya, sebelum melakukan ikhtiar dhohir, mereka mendahului dengan amal-amal sholeh, diantaranya ada yang memperbanyak sholat sunnah, mengkhatamkan Al Qur’an, mengkhatamkan dalailul khoirot, baca ini baca itu. Dan, diantaranya ada juga yang menghatamkan kitab Bukhari. Jadi, mereka telah merasakan diantara sabab do’anya diterima adalah dengan mengkhatamkan kitab Bukhari.

Apakah pelaksanannya seperti khotmul Qur’an, jika salah satu jamaah membaca lainnya menyimak ?

Memang begitu, ada satu yang membaca lainnya menyimak. Jadi bergantian. Kalau diantara jamaah ada yang alim, kemudian misalnya yang dibaca ada yang musykilat mereka akan membahas bersama-sama.

Apakah untuk memudahkan pembahasan itu setiap yang dibaca diterjemahkan?

Kalau diterjemahkan sih tidak, sebab terlalu lama. Kitab Bukhari itu kan terdiri dari beberapa jilid dan tebal. Jadi kalau harus diterjemahkan amat membutuhkan waktu lama. Tapi, kalau tajridnya hanya ada 2 jilid, yakni tajrid Bukhari. Memang ada yang hanya baca tajridnya saja, ada juga yang baca kitab Bukhari keseluruhannya. Jadi, pembahasan itu hanya dilakukan jika ada yang musykilah, tanpa dengan pemaknaannya.

Bagaimana pesertanya, apakah khusus santri atau orang lain (masyarakat umum) bisa mengikuti ?

 Oh, khotmul Bukhari itu dibuka untuk umum. Malah saya sendiri menganjurkan di Pasuruan ini semua murid saya mengkhatamkannya, tapi pakai tajrid. Dengan demikian kecintaan mereka terhadap baginda Nabi Muhammad SAW kian bertambah. Dampaknya, diharapkan sunnah-sunnah Rasulullah SAW semakin hidup. Sebab, jujur saja akhir-akhir ini sunnah-sunnah itu terasa nyaris pudar di kalangan umat Islam sendiri.

Apakah selama Rajab itu harus khatam, artinya boleh khatam jika sudah sebulan penuh?

Nggak harus satu bulan baru khatam, kadang-kadang seminggu atau 10 hari sudah bisa khatam. Bergantung banyak sedikit jamaah, waktu yang digunakan, dan kelancaran membacanya.

Sebagaimana dalam khataman Al Qur’an, apakah pada khotmul Bukhari itu juga ditutup dengan do’a, lalu doa apa yang dibaca?

Sebenarnya do’a apapun boleh. Cuma, yang sering dibaca para habaib pelopor khatmul Bukhari itu ada do’a khusus yang memang digunakan hanya untuk menutup pembacaan kitab Bukhari. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Telegram
WhatsApp