Perempuan di Antara Empat Lelaki

Apa yang terjadi bila seorang pangeran melihat wanita cantik?

Itulah yang dialami Yazid bin Mu’awiyah. Dari atas pagar istananya dia melihat wanita bernama Ummu Khalid. Amboi cantiknya. Sayang, wanita itu sudah bersuami. Dia adalah istri ‘Adiy bin Hatim.

Sang pangeran mabuk kepayang. Dia cinta luar biasa. Hatinya terlanjur tertambat pada perempuan itu. Kalau malam, matanya tak dapat memejamkan karena di sana selalu ada wajah pujaan hati. Dari detik ke detik dia selalu ingat akan si dia, namun dia tak pernah mengungkapkannya pada siapapun. Dia simpan dalam hati. Hingga akhirnya dia jatuh sakit. Sepanjang hari dia terbaring di pembaringan. Orang-orang menjenguknya namun tak seorang pun tahu menahu, apa gerangan penyakit pangeran mereka. Sebab, dia memang tidak pernah mengungkapkannya kepada siapapun.

“Ini masalah tak boleh dibiarkan,” kata Amr bin ‘Ash, pembantu dekat Khalifah Mu’awiyah. “Hanya ibundanya yang bisa mengorek rahasia Pangeran. Biar ibunya diundang ke sini, suruh berdua saja dengannya hingga dia membuka rahasia.”

Maka diutuslah orang guna menyampaikan hal ini. Sang ibunda datang, lalu masuk ke kamar anaknya. Setelah cukup lama didesak, akhirnya si anak membuka mulut. Dibukanya seluruh kotak Pandora di hati. Si ibu lalu menyampaikan rahasia ini kepada suaminya, Mu’awiyah.

“Terus apa yang bisa kita perbuat untuk memecahkan masalah ini?” tanya Mu’awiyah kepada Amr bin ‘Ash.

“Undang Adiy ke sini, beri dia harta yang banyak, kenakan padanya busana kehormatan. Dengan begitu dia pasti datang ke sini dari Madinah,” jawab Amr.  

Adiy pun diundang, dan dia berangkat ke Damaskus, meski bermil-mil jarak harus dia tempuh. Kala itu, perjalanan antara Madinah dan Damaskus harus dijalani hingga berbulan-bulan. Maklum, belum ada mobil, apalagi pesawat.

Ketika dia masuk ke ruang Khalifah, Mu’awiyah menyambutnya dengan hangat. Diberikannya hadiah harta yang banyak. Selain itu, dia pakaikan busana kehormatan pada tubuh tamunya. Setelah itu, Adiy keluar. Mu’awiyah bertanya kepada Amr, “Sekarang apa langkah kita?”

Amr yang cerdik itu menjawab, “Besok, kalau dia masuk lagi ke sini, tanya dia, ‘Apa kamu punya istri?’ Kalau dia menjawab, ‘Ya,’ pukulkan tangan Baginda pada wajah Baginda. Baginda tak usah berkata apa-apa.”

Esok harinya, skenario dijalankan dengan lancar.  Ketika Adiy keluar, Amr ada di pintu. Amr bertanya apa yang terjadi, dan Adiy dengan polos menceritakan apa yang dilihatnya pada Khalifah. “Oh, itu karena Khalifah merasa sedih. Adiy, sebenarnya Khalifah hendak mengawinkan kamu dengan putrinya dan memberimu uang yang banyak. Namun kamu tahu kan, putri raja tidak mungkin menikah dengan orang yang sudah beristri.”

“Terus, bagaimana caranya?”

“Gampang, besok kalau kamu masuk lagi ke tempat Khalifah, bilang padanya, ‘Amiral Mu’minin, sebenarnya saya tidak punya istri’.”

Esok harinya, segala skenario berlangsung mulus. Khalifah bertanya, “Apa kamu punya istri.”

“Tidak,” jawab Adiy polos.

Khalifah berkata lagi, “Katakan, ‘Kalau saya punya istri, maka dia tertalak bain (tidak bisa dirujuk lagi)’.”

Adiy, seperti kerbau yang dicocok hidungnya, menirukan apa yang didiktekan khalifah. Khalifah pun berkata pada juru tulis, “Catat apa yang dia katakan.”

Dipinang

Setelah masa iddah berlalu, Mu’awiyah mengutus Abu Hurairah r.a. ke Madinah guna melamar Ummu Khalid. Tak lupa, diberinya dia uang yang banyak. Sesampai di Madinah, dia bertemu dengan Abdullah bin Umar r.a. Dia bertanya tentang maksud kedatangannya. Abu Hurairah menceritakan semuanya. “Bisakah kamu sebut namaku pada Ummu Khalid?” tanya Ibnu Umar. Abu Hurairah menyanggupi.

Lalu dia bertemu dengan Abdullah bin Zubair. Setelah tahu maksud kedatangannya, Ibnu Zubair juga meminta supaya namanya diikutkan sebagai salah satu pelamar. Lalu Husain bin Ali r.a. meminta hal yang sama.

Ketika masuk ke rumah Ummu Khalid, dia sampaikan pada perempuan itu bahwa Adiy telah menceraikannya secara bain dan Mu’awiyah mengutus dirinya untuk mengajukan pinangan bagi Pangeran Yazid. “Namun, di samping itu, juga melamar Anda, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair dan Husain bin Ali,” katanya.

Ummu Khalid bertanya, “Tolong ceritakan mengenai mereka.”

“Seorang dari mereka punya dunia tapi tidak punya agama. Dialah Yazid. Dua lainnya memiliki dunia dan agama, yaitu Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair. Seorang lagi punya agama tapi tidak punya dunia, dialah Husain.”

“Nikahkan saya dengan orang yang Anda kehendaki,” kata Ummu Khalid.

“Lho, ini masalah Anda. Segalanya terserah Anda.”

“Tidak. Andaipun Anda tidak datang ke sini, saya akan mengutus orang untuk bermusyawarah dengan Anda,” ujar si perempuan. “Apalagi, sekarang Anda memang dalam posisi diutus.”
”Demi Allah, aku tidak akan mendahulukan siapapun daripada orang yang mulutnya telah dicium oleh Rasulullah s.a.w. Dialah Husain.”

Maka, Abu Hurairah menikahkan Husain dengan itu perempuan dan menyerahkan seluruh harta yang diberikan Mu’awiyah kepada cucu Rasulullah s.a.w. itu. Selanjutnya dia kembali ke Damaskus dan menceritakan semua yang terjadi kepada Mu’awiyah. “Kok harta kami Anda salurkan untuk orang lain?” tukas Mu’awiyah.

“Anda tidak mewarisi harta itu dari nenek moyang Anda. Itu adalah harta Allah dan Rasul-Nya. Jadi, saya salurkan harta itu kepada cucu beliau,” tegas Abu Hurairah.

Akan halnya Adiy, setelah dia tidak berhasil menikah dengan putri Khalifah, dia kembali ke Madinah. Lalu dia datang ke kediaman Husain. Dia duduk dan tampak menarik nafas yang berat. “Barangkali kamu ingat Ummu Khalid?” tanya Husain.

“Ya,” jawab Adiy.

Ali memanggil Ummu Khalid, dan berkata padanya, “Apa aku pernah menyentuhmu?”

“Tidak.”

“Sekarang kamu aku talak. Setelah iddahmu habis, menikahlah dengan lelaki ini. Ketahuilah, Adiy, aku berbuat begini bukan karena aku menyimpan maksud tertentu. Aku hanya kasihan padamu.” Hamid Ahmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RSS
Telegram
WhatsApp