KAROMAH BAGI PESALAT MALAM
KAROMAH BAGI PESALAT MALAM
Seorang lelaki membeli budak. Budak itu masih muda. Setelah dibawa pulang, si budak berkata kepada tuannya yang baru. “Tuan, saya akan patuh kepada Tuan namun saya mengajukan tiga syarat.”
“Apa syarat-syaratmu? Coba sebutkan,” kata sang majikan.
“Pertama, mohon Tuan tidak pernah menghalangi saya untuk melakukan salat fardhu bila tiba waktunya.”
“Baik, lalu apa?”
“Kedua, hendaknya Tuan hanya mempekerjakan saya di siang hari dan membiarkan saya beristirahat di malam hari.”
“Baik.”
“Ketiga, mohon sediakan saya rumah atau kamar yang tidak boleh dimasuki siapapun selain saya.”
“Tak ada masalah. Kamu mendapatkan semua syarat itu. Sekarang coba kamu lihat rumah-rumah ini. Mana yang kamu pilih,” kata si majikan yang rupanya memiliki banyak rumah atau bilik di kompleks perumahannya. Pemuda itu lalu berkeliling bersama tuannya. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada satu rumah yang sudah reot. “Saya pilih ini,” katanya.
Si majikan heran. “Kok kamu pilih yang rusak? Mengapa tidak yang lain?”
“Tidak apa-apa. Tuan, rumah yang rusak bila bersama Allah akan menjadi mewah, menjadi taman indah menyenangkan,” jawab si budak.
“Baiklah kalau begitu.”
Maka jadilah rumah reot itu menjadi tempat menginap si budak. Bila malam tiba, dia akan tinggal di situ. Bila pagi menjelang, dia akan pergi ke tempat majikannya dan mengerjakan apa saja yang diperintahkan kepadanya. Begitulah yang terjadi setiap hari.
Akan halnya si majikan, dia menempati rumah besar nan mewah, yang terpisah dari bilik budaknya. Ternyata si majikan orangnya suka berpesta, foya-foya, dengan mengundang teman-teman.
Seperti pada malam itu, dia menggelar pesta bersama teman-temannya. Mereka minum-minum, tertawa lepas sambil menikmati hiburan: nyanyian, tarian dan sebagainya. Mereka terus berpesta hingga larut malam.
Setelah kenyang berpesta, mereka bubar. Para tamu pulang satu per satu. Tinggallah si tuan rumah. Entah kenapa, timbul keinginan di hatinya untuk berkeliling melihat-lihat keadaan kompleks perumahannya di malam buta. Terutama rumah atau tepatnya bilik reot yang ditempati budak barunya.
Maka mulailah dia berkeliling. Sampai di bilik si budak, dia terpana. Ada yang aneh. Dia lihat ada kandil (qindil), lampu gantung yang bercabang-cabang, berjuntai di udara, tepat di atas bilik budaknya, yang bagian atapnya bolong. Cahayanya begitu terang, menembus ke dalam bilik di mana si budak bermunajat kepada Tuhannya. “Ilahi, Tuhanku, Engkau wajibkan aku untuk melayani majikanku di siang hari. Andaikan Engkau tidak mewajibkanku, aku tidak akan menyibukkan diri kecuali dengan berkhidmat kepada-Mu pada siang dan malamku. Karena itu, Tuhan, terimalah uzurku.”
Sementara itu, sang majikan terus menyaksikan peristiwa itu dengan perasaan takjub. Dia terus berdiri terpaku hingga azan subuh mengumandang. Pemuda itu menyudahi munajatnya. Ajaib, tiba-tiba lampu kandil itu bergerak naik, terus membubung hingga lenyap, sementara atap rumah bilik itu kembali seperti semula.
Si majikan kembali ke rumahnya dan menceritakan semua yang dia lihat kepada istrinya. Esok malamnya dia bersama istri berdiri di atas bilik budak. Tampak oleh mereka lampu kandil bergantung di udara, menerangi budak mereka yang sedang menjalankan salat malam, bersujud lalu bermunajat hingga terbitnya fajar.
Mereka kemudian memanggil itu pemuda. “Sekarang kamu merdeka. Kami merdekakan kamu karena Allah SWT semata, supaya kamu dapat berkhidmat kepada Dia yang engkau mintai izin (uzur) kepada-Nya,” kata mereka. Lantas mereka menceritakan apa yang mereka lihat sebagai karomah atau penghormatan dari Allah SWT.
Mendengar itu, si pemuda mengangkat tangannya, lalu berdoa, “Ilahi, aku telah meminta kepada-Mu untuk tidak menyibakkan satirku dan mengungkapkan hal ihwalku. Karena sekarang Engkau telah menyingkapkannya, ambillah aku.” Seketika itu dia terbaring dan menghembuskan nafas terakhir. Hamid Ahmad