MAKNA DAN PENTINGNYA SILATURRAHIM
Dulu di Mekkah ada seorang shaleh dari Khurasan, ia terkenal sebagai orang yang sangat amanat, wajarlah jika banyak orang yang suka menitipkan barang padanya. Suatu ketika seorang lelaki menitipkan padanya uang 10 ribu dinar. Setelah itu ia pergi. Ketika ia kembali beberapa bulan kemudian, ia mendapati lelaki Khurasan itu telah meninggal, sehingga ia bertanya kepada istri dan anak-anaknya tentang uang 10 ribu dinar yang pernah ia titipkan. Tetapi mereka mengatakan tidak tahu menahu tentang hal itu. Akhirnya lelaki itu menemui seorang ahli fiqih di kota Mekkah untuk mengadukan masalahnya, “Aku pernah menitipkan uang 10 ribu dinar kepada lelaki Khurasan yang shaleh itu. Tetapi ia sekarang telah wafat. Dan aku telah bertanya kepada putranya dan keluarganya tentang uang titipanku. Tetapi mereka mengatakan tidak tahu dengan hal itu. Bagaimana pendapat Anda tentang masalah ini?, dan apa yang harus aku perbuat?”
Sejurus kemudian ahli Fiqih itu menjawab: “Semoga lelaki Khurasan yang saleh itu termasuk penduduk surga, setelah lewat tengah malam nanti, pergilah ke sumur zamzam dan lihatlah ke dalam, lalu panggillah nama lelaki Khurasan itu, kemudian katakan bahwa engkau pernah menitipkan uang padanya, jika benar ia penduduk surga Insya Allah akan menjawab.”
Malam itu juga lelaki tersebut pergi ke sumur zamzam dan memanggil-manggil lelaki Khurasan itu, namun ia tidak mendapat jawaban apapun. Hal itu dilakukannya tiga malam berturut-turut, namun hasilnya sia-sia.
Kembalilah ia mendatangi ahli Fiqih dan menceritakan apa yang ia alami. “Inna lillahi wi inna ilaihi raji’un, aku kuatir kawanmu termasuk penghuni neraka,” seru ahli Fiqih itu. “Sebaiknya engkau pergi ke Yaman, di sana ada sebuah lembah bernama Barhut, carilah di situ sebuah sumur tua. Saat lewat tengah malam panggillah nama kawanmu di sumur itu, kemudian tanyakan uang titipanmu” demikian saran ahli fiqih itu.
Setelah menempuh perjalanan berhari-hari sampailah ia di lembah yang dimaksud. Di tengah kegelapan malam ia menyusuri lembah tersebut sendirian sehingga sampai di sumur tua yang terkenal sebagai tempat arwah penghuni neraka itu. Dipanggilnya nama orang Khurasan itu. Benar, ia mendengar suara menjawab, “Uangmu masih utuh, aku menyimpannya di bawah tanah di pojok rumahku. Katakan pada putraku agar ia mengizinkanmu masuk, kemudian galilah tanah di pojok rumahku, pasti engkau akan mendapatkannya.”
“Apa yang menyebabkanmu ditempatkan di sumur ini, padahal engkau orang baik,” tanya lelaki itu penasaran.
“Aku punya seorang kerabat di Khurasan, aku memutuskan hubungan dengannya cukup lama dan belum sempat minta maaf sampai ajal menjemputku, maka Allah menempatkanku di sini.” jawabnya.
Ternyata, setelah ia melaksanakan perintah itu ia mendapatkan kembali uang titipannya utuh seperti semula.
Kisah di atas menjadi bukti bahwa memutus hubungan persaudaraan akan mengakibatkan keburukan yang bisa mencelakakan seseorang,
dan salah satu balasan yang amat berat bagi pemutus silaturrahim adalah tidak akan dimasukkan surga. Seperti yang disabdakan Nabi SAW: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kerabat”. (Muttafaq ’alaih)
Islam menekankan betapa pentingnya silaturrahim setelah hubungan kepada Allah seperti firman-Nya:
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (silaturahim dan tali persaudaraan) dan mereka takut kepada Tuhannya” (QS Ar-Ra’d : 21)
Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan, maka ikatan sosial masyarakat akan hancur berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat, kekacauan terjadi di mana-mana dan gejala sifat mau menang sendiri akan timbul dalam kehidupan sosial. Sehingga setiap orang menjalani hidup tanpa petunjuk, seorang tetangga tidak tahu hak bertetangga,
seorang faqir merasakan penderitaan dan kelaparan sendirian dan hubungan kerabat berantakan, sehingga kehidupan manusia berubah menjadi kehidupan hewani yang serba tidak berharga.
Sebaliknya, Nabi SAW menjamin berbagai kebaikan bagi orang yang menjaga kelestarian silaturrahim dalam sabda beliau:
“Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim”.
Menyambung silaturrahim mempunyai beberapa tingkatan dan yang paling rendah adalah menyambung kembali hubungan yang telah putus dengan berbicara atau hanya sekedar mengucapkan salam supaya tidak termasuk orang yang memutus hubungan kerabat, sehingga akan tersambung kembali apa yang selama ini putus dan terhimpun apa yang terserak. Inilah yang dinamakan hakikat silaturrahim. Nabi SAW bersabda: “Tidak bersilaturrahim (namanya) orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi (yang dinamakan bersilaturrahim) adalah menyambung apa yang telah putus (HR Bukhari)
Sungguh rugi kalau kita tidak memanfaatkan bulan Syawal ini untuk menguatkan silaturrahim. Betapa bulan Syawal telah memberi lahan yang lebih luas untuk benih silaturrahim. Karenanya, berusahalah untuk selalu dekat, cinta, hormat dan memuliakan silaturrahim. Jadikanlah kerinduan dan keteduhan hidup Anda di bawah naungan dan kemesraan silaturrahim. Masun Said Alwy